Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat capaian investasi sektor Energi Baru Terbarukan (EBT) selama tiga bulan terakhir masih 14,7% dari target tahun ini. Salah satu kendalanya adalah pendanaan.
Direktur Panas Bumi Kementerian ESDM Ida Nuryatin Finahari mengatakan selama Januari hingga Maret 2018, realisasi investasi mencapai US$ 294 juta. Padahal targetnya US$ 2,01 miliar. "Melihat target investasi yang signifikan ini kami harap ada investasi lebih lanjut dari EBT, " kata dia dalam workshop Peluang Investasi EBT di Jakarta, Selasa (24/4).
Jika dirinci, realisasi investasi paling besar berasal dari panas bumi sebesar US$ 1,21 miliar. Kemudian aneka EBT US$ 718 juta, disusul investasi bioenergy US$ 72 juta dan terakhir US$ 5 juta berasal dari investasi konservasi energi.
Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Rida Mulyana mengatakan ada beberapa tantangan menggenjot investasi EBT seperti sulitnya pengembang memperoleh pendanaan dengan tingkat bunga rendah. "Kalau menurut saya kendala paling utama adalah pendanaan," kata Rida.
Rida mengatakan pihaknya sudah berupaya untuk mencari solusi finansial agar pendanaan untuk proyek EBT bagi para pengembang bisa terbantu. Salah satunya dengan mengajak pemangku kepentingan seperti Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk membicarakan masalah kemudahan pendanaan proyek EBT.
OJK pun bersedia membuat nota kesepahaman (Memorandum of Understanding/MoU). "Kami sudah bicara dengan pihak OJK dan mau MoU tapi belum running,” kata Rida.
Mengacu data Kementerian ESDM, tahun ini rencananya akan ada 512 Mega Watt (MW) pembangkit EBT yang akan dibangun. Ini mengacu Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2018-2027.
(Baca: Porsi Energi Baru Terbarukan Dipangkas dari Rencana Penyediaan Listrik)
Adapun dari data ESDM, terdapat 11 wilayah prioritas pengembangan energi baru terbarukan yang tersebar di Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi hingga Papua. Total potensi EBT-nya sekitar 225 Giga Watt (GW).