MUI Perkirakan Akan Ada Protes Bila MA Kabulkan PK Ahok

Pool/MI/RAMDANI
Mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).
Penulis: Dimas Jarot Bayu
Editor: Yuliawati
21/2/2018, 21.40 WIB

Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Din Syamsuddin menyatakan  
mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok memiliki hak pengajuan peninjauan kembali (PK) putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara. Namun, Din memprediksikan jika Mahkamah Agung (MA) mengabulkan PK Ahok akan menimbulkan reaksi dari umat yang menganggap Ahok bersalah.

"Jadi Ahok punya hak mengajukan PK, kami serahkan kepada hukum secara berkeadilan. Aksi reaksi pasti," kata kata Din di Kantor MUI, Jakarta, Rabu (21/2).

Menurut Din, tindakan Ahok mengajukan PK merupakan hal yang wajar dan  Ahok berhak memiliki keyakinan subjektif bahwa putusan hakim PN Jakarta Utara salah. "Buktikan saja dalam proses pengadilan," kata Din.

(Baca juga: Ajukan PK Gunakan Putusan Buni Yani, Ahok Dinilai Akan Temui Kesulitan)

Ketua Umum Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia Mohammad Siddik khawatir akan ada pihak yang merasakan ketidakadilan jika PK Ahok dikabulkan. Menurutnya, pihak yang merasakan ketidakadilan akan marah dan menimbulkan konflik di masyarakat.

Ahok mengajukan PK atas putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara dalam kasus penodaan agama. Ahok menggunakan putusan sidang kasus Buni Yani yang terseret pelanggaran Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) karena mengedit video pidato Ahok.

PK Ahok itu tertuang dalam surat memori yang diajukan oleh penasehat hukumnya, Josefina Agatha Syukur serta advokat dan konsultan hukum pada Law Firm Fifi Lety Indra & Partners pada 2 Februari 2018. Ahok mengajukan PK atas putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara tanggal 09 Mei 2017 yang memvonisnya dua tahun penjara karena dianggap terbukti melakukan penodaan terkait pidatonya di Kepulauan Seribu.

(Baca juga: Ajukan PK Tanpa Banding, Ahok Perlu Penuhi Beberapa Syarat)

Anggota Humas Pengadilan Negeri Jakarta Utara Jootje Sampaleng mengatakan, Ahok mengajukan PK atas putusan tersebut karena dua alasan. Pertama, karena adanya kekhilafan hakim dalam mengambil putusan.

Jootje menyebut alasan ini terkait dengan vonis 1,5 tahun terhadap Buni Yani yang dijatuhkan PN Bandung pada Selasa (14/11/2017). Majelis hakim PN Bandung menganggap Buni bersalah karena melakukan ujaran kebencian dan pemotongan video Ahok di Kepulauan Seribu.

"Kekhilafan hakim nanti dia bandingkan dengan putusan Buni Yani," kata Jootje ketika dihubungi Katadata, Rabu (21/2).

Selain itu, Jootje menyebut alasan kedua atas pengajuan PK Ahok karena dianggap ada kekeliruan yang nyata. "Hanya dua alasan yang dimungkinkan diajukan sesuai pasal 263 KUHAP," kata Jootje.