Dikecam, Rancangan KUHP Berpotensi Membungkam Kebebasan Pers

ANTARA FOTO/Mohammad Ayudha
Demonstrasi melawan berita hoax di Sukoharjo, Jawa Tengah, Rabu (8/2).
Penulis: Dimas Jarot Bayu
Editor: Yuliawati
13/2/2018, 18.02 WIB

Menurut Ditta, dimasukkannya klausul ini dalam RKUHP dapat menambah panjang daftar pengusiran pers dari pengadilan. MaPPI FHUI mencatat sejak 2011-2015 saja selalu ada kasus yang melibatkan pengusiran pers dari ruang persidangan.

"Tanpa adanya RKUHP mengatur contempt of court disahkan ini sudah terjadi. Bagaimana jika pasal ini disahkan? akan seperti apa pers?" kata Ditta.

RKUHP juga memuat sejumlah pasal yang bertujuan mencegah orang tanpa wewenang melakukan upaya mencari, menerima, dan menyebarluaskan informasi yang bersangkutan dengan kepentingan pertahanan dan keamanan negara. Kepentingan ini didefinisikan sebagai hal-hal seperti gambar, pengukuran, penulisan, keterangan, petunjuk, surat, peta bumi, rencana atau barang, letak, bentuk, susunan persenjataan, perbekalan, perlengkapan amunisi, kekuatan orang, cetakan, tiruan, berita, atau hal lain.

Menurut Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta Ahmad Nurhasim, pasal tersebut dapat mengkriminalisasi banyak jurnalis di Indonesia. Sebab, jurnalis kerap mendapatkan informasi yang dianggap rahasia negara dari berbagai narasumber yang dimilikinya.

Ahmad mencontohkan, jurnalis kerap mendapatkan bocoran surat dakwaan atau draf regulasi. Padahal, hal tersebut menurut logika penegak hukum merupakan rahasia negara karena belum dipublikasikan secara resmi.

"Kalau itu dipidanakan, banyak sekali jurnalis dan pemimpin redaksi yang akan masuk penjara karena medianya menyiarkan sesuatu yang dianggap oleh negara itu sebagai rahasia," kata Ahmad.

Ketua Asosiasi Media Siber Indonesia Wenseslaus Manggut mengatakan, berbagai rumusan pasal tersebut dapat mematikan mekanisme sengketa pemberitaan melalui Dewan Pers sesuai UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Orang-orang yang merasa keberatan dengan pemberitaan suatu media dapat langsung mengusut secara pidana karena difasilitasi berbagai pasal tersebut.

Padahal, Wenseslaus menilai jika mekanisme melalui Dewan Pers selama ini sudah cukup efektif menyelesaikan sengketa pemberitaan. Dia menilai peluang untuk membawa sengketa pers melalui pidana melalui RKUHP ini salah.

"RKUHP ini membuat UU Pers menjadi lumpuh," kata Wenseslaus.

Dari berbagai alasan tersebut, organisasi pers mendesak pemerintah dan DPR agar mencabut rumusan pasal-pasal yang berpotensi membungkan kebebasan berekspresi dan kemerdekaan pers. Selain itu, mereka juga meminta pemerintah dan DPR mengedepankan prinsp penghormatan dan pemenuhan HAM.

"Khususnya kebebasan berekspresi dan berpendapat serta kebebasan pers dalam membuat rumusan dan ketentuan dalam RKUHP," kata Direktur LBH Pers Nawawi Bahrudin.

Halaman: