Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri merayakan hari ulang tahunnya ke-71 yang jatuh pada Selasa (23/1) ini. Perayaan tersebut digelar dengan menghelat pementasan teater kebangsaan berjudul Satyam Eva Jayate di aula Teater Besar Taman Ismail Marzuki (TIM), Jakarta.
Menjelang pementasan, Megawati bercerita terkait proses perayaan ulang tahunnya. Dia mengatakan, anaknya Puan Maharani sempat menolak pagelaran pementasannya karena di tahun politik.
Megawati yang beralasan ultahnya tak mungkin diulang berhasil meyakini Puan. "Saya kan akan 17 lagi untuk kedua kalinya," kata Megawati yang membalik angka ulang tahunnya ke-71 itu.
(Baca: Hoaks Jokowi Anak PKI, Megawati Sebut Istilah Politik 1000 Wajah)
Dalam menggelar pementasan teater, Megawati banyak mendapatkan masukan dari sejumlah seniman seperti Butet Kertaradjasa, Djaduk Feriyanto, Sinta Inayah hingga Sudjiwo Tedjo.
Megawati menjelaskan pementasan dengan judul Satyam Eva Jayate, berlatar peristiwa abad 13 ketika era Raden Wijaya, pendiri Majapahit. Lakon ini mengangkat tema perjuangan menegakkan kebenaran di tengah bermacam kegilaan yang terjadi di tengah masyarakat korup.
Cerita ini juga mengangkat persaingan dua tokoh besar politisi yang bersaing memperebutkan puncak kekuasaan. Bermacam cara dilakukan agar memenangkan persaingan, hingga fitnah dan intrik membuat masyarakat terbelah.
Situasi tersebut membuat seorang pemimpin di sebuah kerajaan kemudian tersingkirkan, bahkan ia dibuang ke hutan. Dalam latar belakang pementasan, teater ini disebut mengambil pola alur Ramayana.
Ketika Rama dibuang ke dalam hutan, maka pembuangan itu justru menjadi proses pencarian nilai dan spiritual. Kemudian, tokoh tersebut tercerahkan dan menemukan kebenaran bahwa puncak kekuasaan bukanlah penguasaan dan kekuatan politik.
Lelucon politik
Lakon Satyam Eva Jayate diperankan Butet Kartaredjasa, Sujiwo Tejo, Happy Salma, Soimah, Sruti Respati, Cak Lontong, Akbar, Inayah Wahid, Luluk Sumiarso, Susilo Nugroho, Marwoto, Andy Sri Wahyudi, Gareng Rakasiwi, Wisben Antoro, dan Joned. Dalam pementasan ini banyak terlihat lelucon politik yang dimainkan oleh para pemeran.
Salah satunya terkait mahar politik, dalam dialog Gareng sebagai prajurit merayu Inayah yang berperan menjadi tuan putri. Ketika itu, Gareng bertanya apakah Inayah merupakan Yenny Wahid yang maju di Pilkada Jawa Timur 2018.
"Mbak Yenny Wahid bukan? calon gubernur Jawa Timur?" tanya Gareng.
"Bukan, itu kakak saya yang tidak jadi nyagub. Bugdetnya cuma sampai Camat," Jawab Inayah.
Gareng pun heran dengan jawaban Inayah. Ia kemudian menanyakan maksud Inayah terkait dana Pilkada Jatim tersebut.
"Emang pakai begituan ya?" tanya Gareng.
"Iya ada," kata dia.
Lelucon lainnya dalam pementasan itu datang dari dialog antara Happy yang menjadi permaisuri dengan Susilo sebagai tumenggung. Dalam cerita tersebut, Happy yang mengalami mimpi buruk selama tujuh hari tujuh malam meminta pendapat ke Susilo.
Susilo pun memberikan tafsirannya terkait mimpi Happy. Namun, Happy merasa tak puas dengan penjelasan Susilo.
"Penjelasanmu tidak mencerahkan," kata Happy.
"Susilo memang tidak pernah mencerahkan. Eh tapi Susilo yang ini loh, bukan Susilo yang lain," kata Susilo yang lantas mengundang gelak tawa.
Wisben yang juga berperan sebagai prajurit kemudian merespon dialog antara Happy dan Susilo. Menurutnya, Happy tak perlu cemas karena mimpinya yang 'gelap'.
"Tenang saja sekarang tidak gelap lagi. Sudah ada program 35.000 megawatt," kata Wisben
Usai pementasan, Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto mengatakan tidak ada sindiran dalam lelucon tersebut. Menurut Hasto, justru teater ini untuk memunculkan kegembiraan kepada hadirin yang datang.
"Enggak ada sindiran-sindiran kepada siapapun dan jangan ada yang merasa tersindir juga. Ini murni sebuah pernyataan syukur dan hormat terhadap kebudayaan kita," kata Hasto.
Namun, Hasto tak menampik dialog dalam lakon tersebut berkaitan dengan isu yang terjadi saat ini. "Pemaknaannya itu tidak lepas dari berbagai isu sekarang," kata Hasto.