PPATK Sebut Jumlah Pelaporan Transaksi Keuangan Masih Terbatas

Arief Kamaludin | Katadata
Kepala PPATK Kiagus Ahmad Badaruddin dan Wakil Kepala PPATK Dian Ediana Rae, dihadapan jurnalis di Jakarta, Rabu, (26/10/2017)
Penulis: Dimas Jarot Bayu
Editor: Yuliawati
16/1/2018, 13.39 WIB

Untuk itu, Agus pun mengimbau agar para pihak pelapor mendaftarkan perusahaannya melalui GRIPS. Hal ini juga dilakukan untuk mencegah terjadinya pencucian uang dan pendanaan terorisme melalui transaksi keuangan.

Agus mengatakan, pihak pelapor nantinya juga harus memiliki sistem serta membangun mekanisme kerja yang mampu mendeteksi pelaku pencucian uang dan pendanaan terorisme sejak awal berhubungan usaha. Selain itu, diperlukan pemahaman top management akan pentingnya penerapan program anti pencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme (APU/PPT).

"Yang diteruskan sampai ke level petugas frontliner sehingga tidak ada lagi persepsi bahwa penerapan APU/PPT akan berdampak pada kelancaran bisnis," kata Agus.

(Baca: Badan Usaha Akan Diwajibkan Melaporkan Identitas Pemiliknya)

Agus pun meminta agar pihak pelapor mengidentifikasi dan mengukur risiko pencucian uang dan pendanaan terorisme yang mungkin terjadi akibat lemahnya penerapan APU/PPT. Dia juga meminta pihak pelapor meninjau kemungkinan adanya nasabah yang tergolong berisiko.

"Dan tidak hanya concern akan risiko yang timbul dari kegiatan bisnis seperti risiko hukum atau risiko operasional. Pengukuran tingkat risiko tersebut wajib dikaitkan dengan hasil national risk assesment (NRA) dan sectoral risk assesment (SRA) yang telah dipublikasikan PPATK," kata Agus.

Halaman: