Pengacara Eggi Sudjana menyatakan bingung dirinya disebut sebagai dewan penasihat sindikat Saracen yang menyebarkan konten ujaran kebencian. Eggi mengklaim tak tahu menahu mengenai organisasi yang menjaring 800 ribu akun di Facebook.
"Saya tidak tahu menahu urusan itu, tapi mengapa nama saya ada," kata Eggi kepada Katadata, Kamis (24/8).
Eggi menyatakan tidak mengenai para tersangka yang ditangkap polisi, yakni Jasriadi (ketua), Muhammad Faisal Tonong (ketua bidang media informasi), dan Sri Rahayu Ningsih (koordinator grup Saracen wilayah Cianjur, Jawa Barat).
(Baca: Selidiki Jaringan, Polisi Belum Tutup Situs dan Akun Facebook Saracen)
Eggi disebut dalam struktur kelompok Saracen sebagai dewan penasihat bersama dengan Mayor Jenderan (Purn) Ampi Tanudjiwa. Daftar ini menyebar di media sosial.
Eggi yang bertetangga dengan Ampi Tanudjiwa mengatakan, tak pernah sekalipun membicarakan Saracen. Dia pun menyatakan Ampi tak mengetahui dan terlibat dengan Saracen.
"Tak pernah membicarakan, mengetahui saja tidak," kata Eggi. (Baca: Istana Desak Polisi Usut Sindikat Saracen Hingga Tuntas)
Eggi meminta kepolisian melakukan penyelidikan atas pencatutan namanya dalam struktur pengurus Saracen. Dia merasa pencatutan namanya merupakan pencemaran nama baik dan fitnah.
"Saya minta polisi untuk melakukan penyelidikan, jangan penyidikan. Penyelidikan dulu kenapa ada nama saya," ujar Eggi.
Jika penyelidikan telah dilakukan, Eggi berencana melaporkan pencatutan namanya ke kepolisian. Eggi menyebut, dirinya akan melaporkan pencatutan namanya menggunakan Pasal 310 dan 311 KUHPidana.
Eggi selama ini dikenal sebagai pengacara, di antaranya dalam membantu perkaran pemilik First Travel yang dituduh menipu puluhan ribu jemaah. Belakangan dia mundur sebagai kuasa hukum First Travel.
(Baca: Polisi Bongkar Sindikat "Saracen" Penyebar Kebencian di Media Sosial)
Sementara itu Ampi Tanudjiwa purnawirawan yang pernah mengajukan diri sebagai calon gubernur Banten lewat jalur independen, namun gagal.
Kasubag Ops Satgas Patroli Siber Ditsiber Bareskrim Polri Ajun Komisaris Besar Susatyo Purnomo mengatakan tim penyidik terus melakukan investigasi jaringan kelompok Saracen. "kami akan terus mendalami," kata dia.
Polisi membongkar sindikat Saracen yang menyebar ujaran kebencian sejak November 2015.
Berdasarkan digital forensik kepolisian, grup Saracen mengunggah berbagai konten SARA tersebut melalui grup Facebook Saracen News, Saracen Cyber Team, dan saracennews.com. Melalui sarana tersebut, warganet kemudian menyebarkan meme yang telah diunggah tersebut melalui akun pribadinya.
(Baca: Basmi Konten Negatif, Pemerintah Ikat Komitmen Raksasa Digital Dunia)
Susatyo menuturkan, polisi menduga motif yang dilakukan dari kelompok Saracen adalah ekonomi. Susatyo mengatakan, konten-konten yang diunggah dan disebar Saracen dibuat berdasarkan pesanan.
Dugaan itu muncul setelah polisi menemukan adanya proposal pembuatan konten SARA di kantor pelaku. Dalam proposal itu, disebutkan bahwa harga pembuatan konten SARA berkisar antara Rp 75 juta - Rp 100 juta.
Dari penangkapan ketiga pelaku, polisi mengamankan puluhan sim card, hard disk, flashdisk, laptop, ponsel, hingga memory card.
Para tersangka dianggap melakukan ujaran kebencian dengan konten SARA dan melanggar Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik.