Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Direktur Utama PT Aquamarine Divindo Inspection (ADI), Yunus Nafik sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap pengamanan perkara perdata di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Yunus merupakan tersangka ketiga setelah KPK sebelumnya menetapkan panitera pengganti di PN Jaksel, Tarmizi dan kuasa hukum PT ADI, Akhmad Zani dalam kasus yang sama.
Yunus diduga sebagai pihak yang memerintahkan Akhmad memberikan suap kepada Tarmizi sebesar Rp 425 juta. Suap diberikan terkait dengan gugatan perdata yang melibatkan PT ADI. Perusahaan itu dianggap cedera janji atau wanprestasi oleh perusahaan asal Singapura, Eastern Jason Fabrication Service, Pte, Ltd (EJFS).
EJFS menuntut pembayaran ganti rugi kepada PT ADI senilai US$ 7,6 juta dan Sing$ 131 ribu karena dianggap tidak menyelesaikan pekerjaan sesuai waktu yang mengakibatkan kerugian. (Baca: Tersangka KPK, Panitera Disuap agar Tolak Gugatan Perusahaan Singapura)
"Jadi total dari rangkaian operasi tangkap tangan ini sudah ditetapkan tiga orang sebagai tersangka. Satu orang tambahan adalah YN, Dirut PT ADI," kata juru bicara KPK, Febri Diansyah di kantornya, Jakarta, Selasa (22/8) malam.
Febri menuturkan, penetapan Yunus sebagai tersangka setelah tim penyidik KPK mendapat informasi tambahan terkait pihak-pihak yang terlibat dalam kasus suap tersebut. Secara paralel, kata Febri, KPK juga melakukan proses penyidikan di Surabaya.
Dari hasil penyidikan tersebut KPK kemudian mendapatkan bukti yang cukup atas keterlibatan pihak PT ADI dalam kasus suap tersebut. KPK kemudian membawa Yunus bersama General Manager PT ADI, Rachmadi Permana ke kantor KPK pada Senin sore untuk diperiksa lebih lanjut.
"Tadi sore kami bawa dari pihak perusahaan PT ADI. Dua orang tersebut sampai di kantor KPK malam ini dan sedang dilakukan proses pemeriksaan lebih lanjut," ucap Febri.
(Baca: Johannes Marliem Dinyatakan Bunuh Diri, Kasus Kematiannya Ditutup)
Sementara itu Akhmad dan Tarmizi diamankan saat operasi tangkap tangan di PN Jaksel, Senin (21/8). Dalam operasi tersebut KPK mengamankan 5 orang, yakni Tarmizi, Akhmad, pegawai honorer PN Jaksel Teddy Junaedi, kuasa hukum PT ADI Fajar Gora, dan seorang sopir rental mobil Solihan.
Tim penyidik KPK awalnya mengamankan Akhmad di depan masjid PN Jaksel. Selanjutnya, penyidik mengamankan Teddy di parkiran motor PN Jaksel. Setelah itu tim memasuki ruang kerja Tarmizi dan menangkap yang bersangkutan.
"Selain itu, KPK juga mengamankan FJG (Fajar Gora) yang menunggu di ruang sidang dan S (Solihin) di parkiran mobil," ucap Ketua KPK, Agus Rahardjo.
Sebelum penangkapan, keduanya berkomunikasi menggunakan sandi 'sapi' dan 'kambing' untuk menyamarkan jumlah pemberian suap.
"Dalam komunikasi antara AKZ dan TMZ digunakan sandi 'sapi' yang merujuk pada nilai ratusan juta dan sandi 'kambing' yang merujuk pada nilai puluhan juta," kata Agus.
(Baca: Mabes Polri Hitung Kerugian Jemaah First Travel Capai Rp 848 Miliar)
KPK telah memantau pergerakan Akhmad sejak dirinya menemui Tarmizi di ruangannya pasca tiba di Jakarta dari penerbangan Surabaya-Jakarta pukul 08.00 WIB. Ketika itu, Akhmad menerima pengembalian cek senilai Rp 250 juta dari Tarmizi karena dia tak bisa mencairkannya.
Akhmad pun mencairkan cek senilai Rp 250 juta tersebut dan Rp 100 juta lainnya di BNI Cabang Ampera. Uang tersebut lantas dimasukkan Akhmad ke rekening BCA miliknya.
"Kemudian AKZ (Akhmad) melakukan transaksi pemindahbukuan antar rekening BCA di Bank BCA Ampera dari rekening miliknya kepada rekening TJ (Teddy) sebesar Rp 300 juta," ucap Agus.
Akhmad diduga juga pernah memberikan uang suap kepada Tarmizi senilai Rp 25 juta pada 22 Juni 2017 dan Rp 100 juta pada 16 Agustus 2017 melalui rekening Teddy. Uang tersebut diduga sebagai tahap pertama dan kedua dari total uang suap yang disepakati.
Setelah dilakukan pemeriksaan selama 1x24 jam, KPK pun meningkatkan status Tarmizi dan Akhmad sebagai tersangka.