Koalisi Pemerintah Belum Satu Suara Jelang Paripurna RUU Pemilu

ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A
Penulis: Dimas Jarot Bayu
Editor: Yuliawati
20/7/2017, 10.36 WIB

Dewan Perwakilan Rakyat menggelar Rapat Paripurna dengan agenda mengambil keputusan soal Rancangan Undang-undang Pemilu hari ini. Hingga kini, sepuluh fraksi di DPR belum mencapai kesepakatan.

Terdapat lima isu krusial terakhir yang akan diputuskan, yakni ambang batas presiden (presidential threshold), ambang batas parlemen (parliamentary threshold), sistem pemilu, alokasi kursi per daerah pemilihan, dan metode konversi suara. Isu krusial ini dikelompokan dalam lima paket berbeda yang akan dipilih para fraksi DPR.

Hingga saat ini ada dua kelompok besar, pertama Kelompok partai koalisi pemerintah yakni PDIP, Golkar, PPP, NasDem dan Hanura yang memilih Paket A. Sementara partai di luar pemerintah yakni Gerindra, Demokrat dan PKS yang mendukung Paket B.

Paket A berisi opsi presidential threshold (20-25%), parliamentary threshold (4%), sistem pemilu (terbuka), alokasi kursi (3-10 kursi), metode konversi suara (saint lague murni).

Sementara Paket B memuat opsi presidential threshold (nol persen), parliamentary threshold (4%), sistem pemilu (terbuka), alokasi kursi (3-10 kursi), metode konversi suara (quota hare).

Wakil Sekretaris Jenderal Golkar, Ace Hasan Syadzily mengatakan, Golkar akan konsisten dengan pilihan tersebut hingga Paripurna. Dia pun berharap agar partai-partai lain bisa sama-sama memilih opsi tersebut.

"Kami berharap partai-partai, terutama partai pendukung pemerintah, yaitu PKB dan PAN bisa sama-sama dengan kami," kata Ace saat dihubungi Katadata, Rabu (19/7) malam.

(Baca: Pembahasan RUU Buntu, KPU Siapkan Dua Versi Tahapan Pemilu 2019)

Meski bagian dari koalisi pemerintah, hingga kini Partai Kebangkitan Bangsa dan Partai Amanat Nasional belum sepenuhnya mendukung Paket A.

Fraksi PAN cenderung memilih Paket C atau D dan membuka opsi A. Paket C memuat opsi presidential threshold (10-15%), parliamentary threshold (4%), sistem pemilu (terbuka), alokasi kursi (3-10 kursi), metode konversi suara (kuota hare).

Sementara Paket D terdiri opsi presidential threshold (10-15%), parliamentary threshold (5%), sistem pemilu (terbuka), alokasi kursi (3-18 kursi), metode konversi suara (sainte lague murni).

Sekretaris Fraksi PAN, Yandri Susanto mengatakan, meski partainya saat ini memilih opsi presidential threshold sebesar 10-15 persen, namun hal tersebut masih bisa berubah tergantung lobi dalam Rapat Paripurna.

"Kami cari jalan tengah di angka 10-15 persen kalau enggak bisa di 0 persen. Tapi begini, itu tergantung lobi-lobi juga. Sebenarnya PAN di angka 20 persen juga enggak jadi persoalan," kata Yandri.

Fraksi PKB pun masih terbuka dengan beragam opsi. Wakil Ketua Umum PKB, Lukman Edy menuturkan, PKB akan mengikuti alur lobi yang berkembang selama Rapat Paripurna."PKB mengusulkan paket D, tapi kalau tidak mau ya bisa di paket A atau B," kata Edy.

Beragamnya pendapat dalam RUU Pemilu membuat Ketua Panitia Khusus Lukman Edy membuka ruang kemungkinan voting atau jajak pendapat jika musyawarah untuk mencapai mufakat menemui kebuntuan.