ASEAN, Uni Eropa, dan Badan Dunia Soroti Hukuman Penjara Ahok

ANTARA FOTO/Ubaidillah
Terpidana kasus penodaan agama, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), melambaikan tangan saat tiba di rumah tahanan Cipinang, Jakarta, Selasa (9/5).
10/5/2017, 16.27 WIB

Vonis penistaan agama dan hukuman penjara dua tahun yang dijatuhkan majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara kepada Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), menyedot perhatian dunia internasional. Sejumlah lembaga dan badan dunia mengkritik dan menilai keputusan tersebut kontroversial. 

Ketua Parlemen ASEAN untuk Hak Asasi Manusia, Charles Santiago, memandang keputusan itu telah menimbulkan kegelisahan mendalam bukan hanya bagi Indonesia, tapi seluruh kawasan ASEAN. Hal ini terkait dengan pengaruh Indonesia di kawasan tersebut

“Karena selama ini Indonesia dianggap sebagai pemimpin dalam hal demokrasi dan keterbukaan,” kata Santiago seperti dikutip Voice of America, Selasa (9/5). (Baca: Ahok Divonis Penjara 2 Tahun, Jokowi: Tak Ada Intervensi Hukum)

Sementara itu, Wakil Direktur Human Rights Watch untuk Asia, Phelim Kine, mengatakan undang-undang yang mengatur hukuman bagi tindakan penodaan agama digunakan untuk menyerang warga non-muslim. Penilaian itu merujuk pada vonis dua tahun penjara yang dijatuhkan kepada Ahok.

Adapun, profesor kajian politik Indonesia dari Australian National University, Greg Fealy, menganggap undang-undang tersebut telah mendatangkan kegelapan bagi demokrasi di Indonesia selama berpuluh-puluh tahun. “Penahanan Ahok memperlihatkan tekanan aksi massa yang membuat pemerintah takut bertindak,” katanya, seperti dikutip CNN, Rabu (10/5).

(Baca: Isi Lengkap Pledoi Ahok: Saya Ini Korban Fitnah)

Sedangkan delegasi Uni Eropa untuk Indonesia dan Brunei Darussalam pun mengkritik hukuman Ahok tersebut. Padahal, Indonesia sebagai negara dengan mayoritas penduduk muslin terbesar di dunia, yang demokratis dan memiliki tradisi toleransi serta pluralisme.

“Kami mengimbau Pemerintah Indonesia, lembaga-lembaga dan warganya mempertahankan tradisi toleransi dan pluralisme yang ada selama ini,” tulis Delegasi Uni Eropa untuk Indonesia dan Brunei Darussalam dalam keterangan resminya, Selasa (9/5).

Uni Eropa menyatakan, kebebasan berpikir, hati nurani, beragam, serta kebebasan berekspresi adalah hak-hak yang saling terkait. Hak-hak tersebut pun mencakup penyampaian pendapat mengenai agama dan kepercayaan apa pun, atau semua yang sesuai hukum hak-hak asasi manusia internasional.

Indonesia dan Uni Eropa pun sepakat melindungi hak-hak yang tercantum dalam Deklarasi Universal Hak-hak Asasi Manusia dan Konvenan Internasional Hak-hak Sipil dan Politik. (Baca: Ahok: Tiga Tahun DKI Berjalan Baik tapi Banyak yang Marah)

Uni Eropa menyebutkan, hukum yang mengkriminalisasi penistaan agama secara diskriminatif dapat menghalangi kebebasan berekspresi. “Dan atau kebebasan beragama dan kepercayaan,” tulis Delegasi Uni Eropa untuk Indonesia dan Brunei Darussalam.