Jatah Polri di Balik Penolakan Jokowi Atas Hasil Pansel PPATK

Arief Kamaludin|KATADATA
Penulis: Yura Syahrul
6/5/2017, 07.57 WIB

Pemilihan Deputi Bidang Pemberantasan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengundang kontroversi. Pemicunya, pos strategis ini khusus diperuntukkan bagi calon dari Kepolisian RI, meski penilaian hasil tim seleksi menunjukkan kandidat terbaik berasal dari luar institusi penegak hukum ini.

Berdasarkan informasi yang diperoleh Katadata, panitia seleksi pimpinan PPATK telah merampungkan hasil penilaiannya. Ada tiga kandidat yang diajukan kepada Tim Penilai Akhir (TPA) yang diketuai oleh Presiden berdasarkan peringkat penilaian.

Skor tertinggi diraih oleh Dr. Ivan Yustiavandana yang kini menjabat Direktur Pemeriksaan dan Riset PPATK dengan nilai 62. Tempat kedua ditempati oleh Dr. Nelson Ambarita, Pembina Utama Muda Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dengan nilai 54. Sedangkan calon dari kepolisian, yaitu Brigjen Pol. Bambang Ghiri Arianto, yang kini menjabat Kepala Pusat Keuangan Mabes Polri, hanya memperoleh skor 49.

Ketiga nama itulah yang kemudian dibahas dalam rapat TPA pada 30 Maret lalu, yang dipimpin langsung oleh Presiden Joko Widodo. Dalam rapat ini juga dibahas kandidat untuk posisi Deputi Pencegahan PPATK. Namun, rapat tersebut akhirnya hanya berhasil memilih Muhammad Sigit sebagai Deputi Bidang Pencegahan PPATK. Sementara itu, usulan nama untuk Deputi Bidang Pemberantasan tak disetujui.

Dasar penolakan itu tertuang dalam surat berklasifikasi rahasia yang dilayangkan oleh Sekretaris Kabinet Pramono Anung kepada Kepala PPATK tertanggal 5 April 2017, yang salinannya diperolah Katadata. Di situ disebutkan secara gamblang bahwa calon yang diusulkan hendaknya berasal dari penegak hukum, dan diutamakan anggota Polri.

Syarat lainnya, selain berdedikasi, berintegritas tinggi dan tidak memiliki transaksi keuangan mencurigakan, calon yang diusulkan juga harus mampu berkoordinasi dengan aparat penegak hukum dan Kementerian atau Lembaga negara terkait pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang.

Sehubungan dengan penolakan itu, TPA meminta Kepala PPATK untuk segera kembali melakukan seleksi calon Deputi Bidang Pemberantasan yang kosong sejak Oktober tahun lalu. “Kepala PPATK dapat segera melakukan seleksi Pimpinan Tinggi Madya Deputi Bidang Pemberantasan dimaksud dan menyampaikan hasilnya kepada Presiden,” kata Pramono.

Pihak Kepolisian bergerak cepat menyambut keputusan TPA. Tiga nama baru Perwira Tinggi Kepolisian langsung kembali disodorkan untuk menggantikan posisi Ghiri, yang sudah terpental. Usulan ini tertuang dalam surat Wakil Kepala Polri Komisaris Jenderal Pol. Syafruddin kepada Kepala PPATK.

“Kami berterima kasih kepada Kepala PPATK yang telah memberikan kesempatan dan peluang kepada anggota Polri untuk menduduki jabatan struktural,” kata Syafruddin dalam surat tersebut.

Ketiga kandidat baru itu, salah satunya Brigjen Pol. Achmat Juri (kelahiran 1961), yang kini Perwira Tinggi SSDM Polri dan mendapat penugasan di Kementerian Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan. Calon lainnya, yaitu Karojianstra Sops Polri Brigjen Pol. Widiyo Sunaryo (1959) dan Widyaiswara Madya Sekretaris Pimpinan Polri Lemdikpol, Brigjen Pol. Maman Mulya Karnama (1959).

Surat dan usulan ini sesungguhnya mengandung kejanggalan. Surat dibuat pada 4 April 2017. Ini berarti, usulan baru sudah dibuat sehari sebelum surat pemberitahuan resmi tentang keputusan rapat TPA dilayangkan oleh Sekretaris Kabinet Pramono Anung pada 5 April 2017. “PPATK pun belum kembali membuka proses seleksi,” ujar seorang sumber.

Hingga berita ini diturunkan, belum diperoleh penjelasan dari pihak Kepolisian tentang isi surat tersebut. Pesan singkat yang dikirimkan Katadata via aplikasi Whatsapp kepada Wakapolri dan Kepala Biro Penerangan Masyarakat Mabes Polri Brigjen Rikwanto belum berbalas, meski terdapat tanda sudah terbaca. Sambungan langsung telepon pun belum bisa terhubung.

Meski begitu, Kepala PPATK Kiagus Ahmad Badaruddin ketika dimintai konfirmasi membenarkan isi dari hasil keputusan sidang TPA tersebut. “Setelah mendapatkan surat dari Sekretaris Kabinet selaku Sekretaris TPA, PPATK diminta mengajukan kembali calon Deputi Bidang Pemberantasan dengan memperhatikan unsur penegak hukum,” katanya, Jumat siang (5/5).

“Jatah” untuk perwira Kepolisian ini yang kabarnya memunculkan penentangan di kalangan internal PPATK. “Ini intervensi,” kata seorang sumber. “Padahal UU menjaga soal independensi PPATK.”

Pendapat berbeda disampaikan Kiagus. Ia menyatakan, institusinya menghormati keputusan itu dan berjanji akan memperhatikan poin yang menekankan pentingnya posisi strategis di PPATK itu diisi oleh oleh calon dari unsur penegak hukum, seperti kepolisian.

Sehubungan dengan itu, PPATK kembali menyiapkan pembentukan Pansel Deputi Bidang Pemberantasan yang baru. Setelah pembentukan Pansel dan penentuan persyaratan selesai,  barulah PPATK akan mengundang serta menjaring para calon dari instansi penegak hukum.

Kiagus tidak memiliki target waktu penyelesaian proses seleksi tersebut. Ia hanya menjabarkan proses seleksi yang kembali akan dimulai dari awal. Mulai dari pembentukan Pansel, seleksi administrasi, penulisan makalah, uji kesehatan dan psikologi hingga tahap wawancara.

“Kami sedang fokus bekerja dan akan coba selesaikan proses seleksi ini secepatnya,” ujarnya. “Sehingga kekosongan posisi bisa terisi.”

Reporter: Yudi S.A., Ameidyo Daud Nasution