Pemerintah hingga kini belum memutuskan pemberian insentif kepada Inpex Corporation untuk pengembangan Blok Masela. Bahkan, lantaran pembahasannya berjalan alot, Presiden Joko Widodo akan dilibatkan untuk memutuskan insentif tersebut.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan, ada beberapa permintaan Inpex yang diajukan ke pemerintah agar pengembangan Blok Masela bisa ekonomis. Dari sejumlah permintaan tersebut, ada yang sudah disepakati namun ada juga yang belum disetujui pemerintah.
(Baca: Luhut Belum Setujui Dua Permintaan Inpex di Blok Masela)
Salah satu poin yang sudah disepakati yakni penggantian biaya studi pembangunan kilang gas di laut (Floating Liquefied Natural Gas/FLNG). Insentif ini diminta Inpex karena pemerintah mengubah skema pembangunan kilang pengolahan di laut menjadi di darat. Nilai penggantiannya mencapai US$ 1,6 miliar.
Di sisi lain, Luhut mengungkapkan, dua poin permintaan insentif yang belum diputuskan. Pertama, moratorium masa kontrak 10 tahun. Kedua, pembahan kapasitas produksi menjadi 9,5 juta ton per tahun (mtpa).
Ia mengklaim, persoalan ini sebenarnya sudah ada jalan keluarnya setelah dibahas bersama Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan. Namun, untuk memutuskan hal tersebut, Luhut perlu meminta arahan Presiden.
"Sudah ada solusinya, nanti kita lihat, saya laporkan ke Presiden," kata Luhut usai rapat dengan Jonan dan Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar di Jakarta, Senin (5/12).
Di tempat yang sama, Jonan mengatakan permintaan penambahan kapasitas belum bisa diputuskan karena masih menghitung kebutuhan gas. Apalagi, ada permintaan Kementerian Perindustrian agar gas dari Blok Masela dialokasikan untuk industri dalam negeri, misalnya petrokimia dan sebagainya.
Dengan adanya tambahan permintaan alokasi gas dari Kementerian Perindustrian, maka kapasitas produksi Blok Masela akan meningkat di atas 7,5 mtpa. “Ini lagi dihitung butuhnya berapa tambahannya," kata Jonan. (Baca: Menperin Minta Alokasi Gas Blok Masela untuk 3 Perusahaan)
Selain itu, Jonan menyatakan, pemerintah masih menghitung permintaan moratorium masa kontrak selama 10 tahun. Selanjutnya, hitungan tersebut akan dilaporkan terlebih dahulu ke Presiden.
Sementara itu, menurut Arcandra, pemerintah tidak bisa menyetujui moratorium kontrak selama 10 tahun. Alasannya, tidak semua komponen hilang ketika skema pembangunan kilang berubah dari laut ke darat. "Hitungan kami tidak sebesar itu."
Namun, dia menyetujui permintaan peningkatan kapasitas produksi untuk mendorong perekonomian dalam negeri. Adapun mengenai permintaan penggantian biaya sebesar US$ 1,6 miliar, Arcandra sedikit berbeda dengan Luhut. Menurut dia, nilai tersebut masih perlu diaudit terlebih dahulu.
"Harus kami liat mana yang bisa dikembalikan mana yang tidak," ujar Arcandra. (Baca: Kementerian Energi Godok Tiga Opsi Lokasi Kilang Proyek Masela)
Di samping itu, Kementerian ESDM masih menghitung besaran nilai investasi Blok Masela. Namun, jika kapasitas produksi Blok Masela sebesar 7,5 mtpa tanpa dibangun industri petrokimia maka investasinya berkisar US$ 15,5 miliar. "Kalau kapasitas dinaikkan kami tunggu hasil dari pre-FEED," kata Arcandra.