Penandatanganan kontrak baru Blok Offshore North West Java (ONWJ) hingga kini belum terlaksana meski masa pengelolaannya akan berakhir pada 18 Januari 2017. Salah satu penyebabnya adalah menunggu aturan mengenai sistem baru kerjasama migas, yakni gross split atau skema bagi hasil tanpa cost recovery atau penggantian biaya operasi hulu migas.
Direktur Jenderal Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) I.G.N. Wiratmaja Puja mengatakan, peraturan tersebut dapat digunakan sebagai payung hukumnya. "Syaratnya Peraturan Menteri gross split, karena kontraknya akan menggunakan skema itu," kata dia kepada Katadata akhir pekan lalu.
(Baca: Skema Baru Kontrak Migas Bisa Mengancam Ketahanan Energi)
Namun, Wiratmaja belum mau menjelaskan secara detail besaran gross split tersebut. Sekadar informasi, perhitungan bagi hasil dengan skema baru ini disesuaikan dengan produksi sebelum adanya pengurangan biaya lainnya. Skema ini pun bisa berdasarkan harga minyak. Artinya, ketika harga minyak rendah maka negara mendapat bagi hasil lebih rendah, begitu juga sebaliknya.
Jika mengacu kontrak yang berlaku saat ini, bagi hasil dilakukan setelah dikurangi cost recovery. Besarannya adalah negara mendapat bagi hasil 80 persen untuk minyak dan 70 persen untuk gas. Sisanya diberikan kepada kontraktor.
Direktur Pembinaan Hulu Kementerian ESDM Tunggal juga belum mau mendetailkam alasan pemerintah menerapkan skema gross split pada kontrak Blok ONWJ. "Hal tersebut masih dalam pembahasan oleh tim," kata dia kepada Katadata, Senin (5/12). (Baca: SKK Migas: Sistem Baru KKS Buat Kontraktor Migas Tak Terkendali)
Menurut Senior Vice President Upstream Strategic Planning and Operation Evaluation Pertamina Meidawati, asumsi harga minyak untuk operasional di Blok ONWJ dalam rencana kerja dan anggaran sebesar US$ 45 per barel. Angka ini lebih rendah dari prediksi organisasi negara-negara pengekspor minyak (OPEC) sebesar US$ 50 per barel.
Namun, Meidawati belum belum mengetahui apakah penggunaan skema kontrak gross split bisa ekonomis untuk blok tersebut. "Ekonomis atau tidak perlu kita lihat dulu," kata dia kepada Katadata, Senin (5/12).
Di tempat terpisah, Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar mengatakan, skema kontrak gross split akan diterapkan pada kontrak baru dan kontrak perpanjangan. Namun untuk kontrak lama, pemerintah tetap akan menghormati kesucian kontrak. (Baca: Ubah Kontrak Bagi Hasil, Jonan Berniat Hapus Skema Cost Recovery)
Menurut dia, penggunaan gross split membuat kontraktor bebas memilih teknologi yang bisa digunakan. Apalagi, skema saat ini sering memunculkan debat karena menggunakan cost recovery.
Arcandra mencontohkan, untuk membeli telepon genggam harus dijelaskan lokasi pembelian, kemudian dibandingkan dengan harga di tempat lain. “Sekarang, kalau dia mau pakai apapun selama bisa untuk telepon tidak ada masalah, masalah tidak canggih itu urusan Anda," kata dia.