Pemerintah menegaskan bahwa Chevron Indonesia tidak menjual aset panas bumi di Gunung Salak dan Gunung Drajat, Jawa Barat. Perusahaan ini hanya akan menjual hak pengelolaannya di wilayah kerja panas bumi (WKP) tersebut, sementara kepemilikannya masih dipegang pemerintah.
Direktur Jenderal Energi Baru dan Terbarukan Rida Mulyana mengatakan, Chevron memang melepas kepemilikannya di dua wilayah kerja panas bumi. Namun, dirinya membantah kabar yang selama ini beredar bahwa Chevron menjual aset-aset yang ada di WKP tersebut. Karena, aset seperti tanah, pembangkit, dan lainnya, dimiliki oleh pemerintah.
"Bukan jual asetnya, yang dijual itu kepemilikan sahamnya," ujar Rida dalam acara temu media di Kantor Direktorat Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE), Jakarta, Jumat (25/11). (Baca: Enam Perusahaan Berebut Aset Panas Bumi Chevron)
Rida juga memastikan, adanya penjualan saham Chevron ini tidak akan mengganggu kinerja dua WKP tersebut. Alasannya, dia telah mendesak Chevron untuk memasukan syarat dan ketentuan (terms and condition)bahwa pengelola aset yang baru haruslah menghromati kontrak yang telah dibuat bersama pemerintah.
Kontraktor yang baru tidak berhak untuk menegosiasikan ulang tarif panas bumi yang sudah disepakati sebelumnya. Mereka juga tidak diperkenankan mengambil alat-alat pembangkit, sumur, dan memiliki tanah yang menjadi wilayah pengembangan panas bumi tersebut.
"Kami bisa mendesak ke yang sekarang (Chevron), bahwa penggantinya nanti harus sama dengan kinerja Chevron. Harus masuk terms and condition saat penandatanganan kesepakatan," ujar Rida.
Sementara itu, Direktur Panas Bumn Ditjen EBTKE Kementerian ESDM Yunus Saefulhak menambahkan dalam term and condition ini pembeli saham Chevron juga tidak boleh mengganggu jalannya operasi panas bumi yang sudah berjalan. Aspek ketenagakerjaan juga tidak boleh terganggu.
Hal ini disebabkan oleh WKP tersebut yang telah beroperasi secara baik dan maksimal. Kontraktor yang baru hanya akan mendapatkan pendapatan atau opportunity revenue, bukan asetnya.
Yunus mengatakan hingga saat ini memang sudah ada lima perusahaan yang berminat untuk mengakusisi saham yang ditawarkan Chevron tersebut. Kelima perusaahan tersebut yakni PT Pertamina, PT Star Energy, PT Medco Power Indonesia, Mitsui and Co. Ltd, dan Marubeni Corporation.
Menurutnya, sipa pun perusahaan yang berani untuk mengajukan penawaran paling tinggi akan terpilih menjadi pemenangnya. Chevron pun bisa membatalkan lelang, jika tidak menemukan harga yang cocok dari lima perusahaan yang sudah mengajukan penawaran. Rencananya keputusan mengenai hasil lelang ini diumumkan pada bulan depan, atau paling lambat Januari 2017.
(Baca: Gaet Investor, Pemerintah Pangkas Izin Energi Terbarukan)
Dia juga menjelaskan penjualan saham panas bumi Chevron ini tidak berkaitan atau sepaket dengan wilayak kerja Chevron lainnya yang ada di Filipina. "Kan Chevron yang di sini, dengan yang ada di Filipina juga berbeda," ujarnya. Chevron melepas dua aset itu, kata Yunus, karena ingin berfokus pada sektor minyak dan gas bumi.
WKP Salak memiliki kapasitas listrik 377 MW yang dipasok ke enam unit pembangkit listrik. Sedangkan WKP Darajat berkapasitas 270 Megawatt (MW). Kedua aset panas bumi Chevron itu ditaksir berkisar US$ 3 miliar.