Kalla Group melalui anak usahanya, yaitu PT Bumi Sarana Migas (BSM), berencana membangun terminal penerimaan dan regasifikasi gas alam cair (LNG) di Bojonegara, Banten. Fasilitas ini memiliki kapasitas 500 juta kaki kubik per hari (mmscfd) atau kurang lebih 4 juta ton.
Juru bicara Bumi Sarana Migas, Nanda Sinaga, mengatakan, proyek Terminal Regasifikasi LNG ini merupakan gagasan Kalla Group yang kerjasamanya ditawarkan kepada PT Pertamina (Persero) pada 2013. Bahkan, perusahaan ini telah menyiapkan lahan untuk pembangunan proyek tersebut. (Baca: Pembangunan Terminal Regasifikasi Pertamina di Banten Molor)
Lahan tersebut merupakan milik salah satu anak perusahaan Kalla Group sejak tahun 1990-an. “Kami memiliki lahan yang sangat cocok untuk proyek infrastruktur tersebut karena lahan kami berada di tepi pantai laut dengan kedalaman yang cukup untuk disandari kapal LNG terbesar sekelas Q-Flex dan Q-Max,” ujar Nanda di Jakarta, Senin (14/11).
Ketertarikan Kalla Group membangun proyek ini diawali data Kementerian ESDM dan kajian Wood MacKenzie mengenai prospek pasokan gas tahun 2013 – 2030. Data tersebut menunjukkan Jawa bagian barat akan mengalami defisit neraca gas karena berkurangnya dan akan habisnya cadangan gas dari Sumatera serta meningkatnya permintaan gas.
(Baca: Pemerintah Kaji Perubahan Skema Penyaluran Gas Industri di Medan)
Setelah melalui diskusi dan kajian bisnis secara internal, Kalla Group menunjuk konsultan teknik dari Jepang pada tahun 2013.Konsultan itu bertugas merancang bangun dan studi kelayakan Terminal Regasifikasi LNG. Hasil kajiannya menunjukkan lokasi tersebut sangat ideal dimanfaatkan sebagai Terminal Regasifikasi LNG di Darat (Land-Based Regasification Receiving LNG Terminal).
Atas dasar itulah, Kalla Group mencari mitra untuk pembangunan proyek. Selain Pertamina, BSM telah bersepakat dengan mitra dari Jepang yang berpengalaman mengelola Terminal LNG dan distribusi gas pada awal 2015. (Baca: Harga LNG Tangguh ke Arun Turun 27 Persen dalam Enam Bulan)
Investasi proyek Terminal Regasifikasi LNG Darat ini sekitar Rp 10 triliun akan dibiayai oleh BSM dan Pertamina, serta pinjaman dari Jepang. Pinjaman itu berasal dari lembaga keuangan Pemerintah Jepang dan perbankan negara tersebut.
Sayangnya, sampai saat ini belum ada kata sepakat mengenai komposisi sahamnya. “Masih tahap negosiasi dengan Pertamina untuk komposisi sahamnya,” ujar Nanda.