Nasib Blok East Kalimantan setelah kontrak berakhir masih terkatung-katung. Salah satu kendalanya adalah adanya kewajiban mengenai Abandoment and Site Restoration (ASR) atau biaya pemulihan pasca operasi pertambangan.
Direktur Hulu PT Pertamina (Persero) Syamsu Alam mengatakan jika dilihat dari aspek keekonomian, blok ini sebenarnya tidak begitu menarik. Bahkan dia yakin semua kontraktor migas tidak akan ada yang berani mengambil, jika ditawari mengelola Blok East Kalimantan. (Baca: Tak Diperpanjang Chevron, Pertamina Siap Ambil Blok East Kalimantan)
Syamsu menceritakan awalnya, Pertamina memang tertarik untuk mengelola blok yang saat ini masih dipegang oleh Chevron Indonesia. Namun setelah melakukan kajian, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) energi ini keberatan dengan beban kewajiban dana ASR dari kontrak yang lama.
Untuk itu, manajemen Pertamina dan Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arcandra Tahar sudah membahas mengenai masalah ini. “Kalau dana itu dibebankan ke kami cukup berat keekonomian, jadi kurang bagus. Kami usulkan bagaimana merestrukturisasi itu,” kata dia di Gedung Pertamina, Jakarta, Selasa (8/11).
Kewajiban ASR ini diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 35 tahun 2004. Pasal 36 aturan tersebut menyebutkan kontraktor wajib mengalokasikan dana untuk kegiatan pasca operasi Kegiatan Usaha Hulu. Kewajiban tersebut dilakukan sejak dimulainya masa eksplorasi dan dilaksanakan melalui rencana kerja dan anggaran.
(Baca: Chevron Jamin Nasib Karyawan di Blok East Kalimantan)
Blok East Kalimantan saat ini masih dikelola oleh Chevron Indonesia Company. Menurut data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Chevron memiliki hak kelola 92,5 persen Blok East Kalimantan. Sisanya dipegang Inpex Corporation sebesar 7,5 persen.
Kontrak Blok East Kalimantan akan berakhir pada 24 Oktober 2018. Setelah kontrak rampung, Chevron menyatakan tidak lagi memperpanjang blok yang berada di Kalimantan Timur ini.
Pertamina sebenarnya sudah mengajukan proses membuka data room untuk Blok East Kalimantan. Rencananya Pertamina proposal pengajuan alih kelola sudah bisa diserahkan ke pemerintah Oktober lalu. Namun, saat ini belum terlaksana karena perusahaan masih melakukan evaluasi.
Adapun proses evaluasi yang dilakukan untuk Blok East Kalimantan terdiri dari tiga hal. Ketiga hal tersebut yakni evaluasi dari aspek teknis, aspek ekonomis, dan aspek risiko. (Baca: Pertamina Diminta Hati-Hati Ambil Blok East Kalimantan)
Berdasarkan data Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), lifting atau produksi siap jual minyak Blok East Kalimantan tahun depan bisa mencapai 17.700 barel per hari (bph). Angka ini lebih tinggi dari target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP) tahun ini yang hanya 15.200 bph.