Praktik pungutan liar (pungli) nampaknya harus benar-benar menjadi perhatian serius pemerintah untuk menjaga iklim investasi yang kondusif. Praktik ini masih kerap dikeluhkan investor beberapa negara, salah satunya dari Korea Selatan (Korsel).
Chairman of Imigration and Labor Commite Korean Chamber of Commerce and Industry Indonesia (Kadin Korsel di Indonesia) Kim Min Gyu mengatakan izin investasi tiga jam yang telah dijalankan oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) sudah sangat baik. Namun, kesulitan mulai muncul saat perolehan izin di luar BKPM.
Masalah utama yang dikeluhkan pengusaha Korea di Indonesia adalah pungli yang terjadi di Direktorat Jenderal Imigasi. Dia pun menceritakan pengalaman yang dialaminya dan beberapa investor Korea lainnya dalam perngurusan izin dan non-perizinan di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. (Baca: Jokowi: Hati-Hati Ada Saber Pungli)
Menurut penuturan Kim, untuk memperoleh dokumen-dokumen yang dibutuhkan sangat sulit. Hal ini kerap dijadikan lahan untuk melakukan praktik pungli untuk memperlancar perolehan dokumen ini oleh oknum-oknum di loket pengurusan izin. Tidak tanggung-tanggung, "uang pelicin" untuk mempermudah pengurusan dokumen ini mencapai belasan hingga puluhan juta rupiah.
"Itu yang minta di loket bisa Rp 12-18 juta per rekomendasi, per orang. Itu hanya untuk biaya satu tanda tangan satu surat rekomendasi. Rekomendasi Dirjen (Direktur Jenderal) saja sebesar itu, belum rekomendasi Kanim (kantor imigrasi), itu jadinya puluhan juta," ujarnya saat ditemui usai acara Korea Investor Forum, di Gedung BKPM, Jakarta, Senin (31/10).
Hal senada disampaikan oleh Presiden Kadin Korea di Indonesia Lee Kang Hyun. Dia mengungkapkan sulitnya mendapat izin tinggal tetap dari Ditjen Imigrasi. Bahkan dia menyebut para pekerja asing ini kerap dianggap dan diperlakukan sebagai penjahat.
Seringkali ditemukan kasus, pekerja asal Korsel, ditangkap saat sedang makan di restoran atau di rumah. Perlakuan petugas pun sangat buruk, para pekerja ini diteriaki dan dipaksa untuk ikut ke kantor imigrasi, meski mereka memiliki dokumen lengkap. (Baca: Kumpulkan Gubernur, Jokowi Minta Pangkas Perizinan Daerah)
“Kami akui memang masih ada yang nakal dan belum melengkapi dokumen. Namun, jangan merendahkan orang asing dengan perlakuan-perlakuan seperti itu. Saat dibawa ke kantor imigrasi, disitulah mereka mendapatkan lubang (pungli) baru," ujar Lee.
Selain itu, Kim juga menyoroti pengurusan perizinan investasi di berbagai Kementerian dan Lembaga. Kim mencontohkan, izin untuk mendatangkan dan mengoperasikan peralatan kesehatan juga sulit untuk didapatkan. Waktu yang dibutuhkan untuk pengurusan izin ini bisa delapan bulan hingga satu tahun. Ini membuat adanya ketidakefisienan, karena gudang dan keperluan teknis yang sudah disiapkan untuk mendatangkan peralatan ini tidak terpakai.
"Perizinan di Kementerian ESDM, Kementerian Kesehatan, PLN, BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan), kami masih kesulitan. Mungkin BKPM bisa membantu (proses perizinan) di situ," kata Kim. (Baca: Kalla Tunjuk Empat Faktor Penghambat Investasi di Indonesia)
Menurutnya, kesejahteraan pegawai negeri sipil (PNS) merupakan faktor utama masih adanya praktik pungli. Selain itu, peraturan-peraturan yang tumpang tindih dan menyulitkan juga harus dihapuskan. Makanya pemberantasan pungli yang difokuskan pemerintah saat ini belum bisa maksimal.
Secara lebih umum, Minister Counsellor Korean Embassy Forum Kim Chang Hyun menuturkan, Indonesia memiliki potensi besar untuk menjadi negara tujuan investasi di dunia. Dia mengakui bahwa upaya pemerintah, seperti mengeluarkan 13 paket kebijakan ini bisa mendorong peningkatan iklim investasi. Namun, masih perlu pengawasan di lapangan, karena hingga saat ini pun perubahannya masih kecil.
"Kami berharap kepada BKPM bukan hanya menarik investor baru, tapi juga membantu agar tugas mereka lebih gampang dan mudah. Selain itu, membantu perusahaan yang sudah ada agar bisa melakukan ekspansi," kata Kim Chang Hyun. (Baca: Tumbuh Melambat, BKPM Klaim Minat Investasi Masih Tinggi)