Menteri ESDM Klaim Investasi Skema Darat Blok Masela Lebih Murah

Arief Kamaludin | Katadata
15/8/2016, 17.26 WIB

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arcandra Tahar mengklaim pengembangan Blok Masela dengan menggunakan skema darat dapat lebih rendah dibandingkan pengolahan di laut. Dengan begitu, blok kaya gas di Laut Arafura, Maluku ini diharapkan bisa berjalan dan berproduksi secepatnya.

Menurut dia, ada penurunan belanja modal yang sangat signifikan melalui skema pengembangan di darat. ”Bisa lebih murah,” katanya seusai menghadiri rapat koordinasi mengenai harga gas untuk industri di kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, Senin (15/8).

Arcandra mengetahui penurunan belanja modal itu setelah mempelajari data yang diperolehnya dalam pertemuan dengan Inpex Corporation pada pekan lalu. Namun, dia belum mau menyebutkan besaran penurunan nilai investasi pengembangan Blok Masela.

Jika mengacu kepada proposal rencana pengembangan (PoD) Lapangan Abadi, Blok Masela, yang telah diajukan Inpex kepada SKK Migas pada September tahun lalu, nilai investasi pengembangan blok itu dengan membangun kilang di laut (FLNG) sekitar US$ 14,8 miliar. Kapasitas kilang itu sebesar 7,5 metrik ton per tahun (mtpa). Sedangkan berdasarkan kajian SKK Migas, skema darat membutuhkan investasi lebih besar, yaitu sekitar US$ 19,3 miliar.  (Baca: Bersama Inpex, ESDM Susun Jadwal Pengembangan Blok Masela)

Di sisi lain, Arcandra menginginkan keputusan akhir investasi Blok Masela bisa tercapai akhir 2018. Agar target itu tercapai, Kementerian ESDM sedang membahas insentif yang akan diberikan kepada Inpex selaku operator Blok Masela. “Mulai minggu kemarin ada tim yang bekerja secepatnya,” ujar dia.

Berdasarkan informasi yang diperoleh Katadata, ada beberapa insentif yang diminta oleh Inpex setelah pemerintah memutuskan pengembangan Blok Masela dengan skema kilang di darat (OLNG). Dengan insentif tersebut, perusahaan asal Jepang itu bisa mencapai tingkat pengembalian investasi (IRR) minimal 12 persen atau sesuai target perusahaan sebesar 15 persen. (Baca: Percepat Pengembangan Blok Masela, ESDM Bentuk Tim Ad Hoc)

Pertama, kepastian perpanjangan kontrak pengelolaan Blok Masela selama 30 tahun, yang semestinya berakhir tahun 2028 menjadi 2058. Alasannya, Inpex baru akan mengajukan revisi rencana pengembangan atau Plan of Development (PoD) Masela setelah 2019. Alhasil, keputusan final investasi baru dilakukan 2025 atau tiga tahun sebelum masa kontraknya habis.

Kedua, insentif pajak berupa tax holiday selama 15 tahun. Ketiga, meminta biaya yang telah dikeluarkan selama ini sekitar US$ 1,6 miliar dihitung sebagai biaya operasi migas yang harus dikembalikan pemerintah (cost recovery).

Keempat, meminta penambahan porsi bagi hasil menjadi sekitar 50 - 60 persen. Artinya, bagian yang bakal diterima Inpex dari hasil produksi Blok Masela bakal lebih besar dibandingkan untuk negara. (Baca: Insentif Proyek Masela, Inpex Minta Porsi Bagi Hasil 50-60 Persen)

Bahkan, di luar empat insentif tersebut, Inpex juga meminta penambahan kapasitas produksi kilang gas di Blok Masela. Usman mengatakan, tujuannya agar Proyek Masela yang menggunakan skema kilang di darat tetap menguntungkan. Tapi, dia belum mau menyebutkan lebih detail besaran kapasitas produksi yang diminta karena masih berdiskusi dengan SKK Migas.