Luhut Bantah Rekomendasikan Asing Masuk Penangkapan Ikan

Arief Kamaludin | Katadata
Penulis: Miftah Ardhian
8/8/2016, 10.07 WIB

Untuk melengkapi data-data tersebut perlu waktu sampai dua pekan. Setelah terkumpul dan dikaji, Luhut akan memberi keputusan opsi yang bisa diambil untuk mengimplementasikan perintah Presiden. (Baca: 

Di rumah dinasnya, Kamis pekan lalu, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menyatakan ada Daftar Negatif Investasi di sektor perikanan. Di sana disebutkan asing “haram” berkecimpung dalam perikanan tangkap. Sektor ini hanya boleh bagai pemodal dalam negeri. Hal itu sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 44 Tahun 2016. Dalam hal perikanan laut, asing bisa masuk hanya pada pengolahan produk perikanan.

Silakan asing masuk ke dalam investasi pengolahan, pemasaran, teknologi, shipyard yang nonperikanan tangkap,” kata Susi.

Menurut dia, tertutupnya asing di penangkapan ikan juga merupakan komitmen Presiden Joko Widodo. Di tengah kosongnya peran asing, pemerintah akan mendorong perkembangan teknologi kelautan termasuk dalam kapal penangkap ikan, sehingga Indonesia mempunyai daya saing.

Atas dasar itu, bila Kementerian Koordinator Kemaritiman benar mengusulkan untuk merombak Daftar Negatif Investasi, Susi menegaskan akan meninggalkan kabinet. “Kalau sampai perikanan tangkap diberikan ke asing, saya siap mengundurkan diri,” katanya. “Reforming perikanan itu harus disiplin dan itu untuk kepentingan sustainability.”

Sebelumnya, Staf Khusus Menteri Koordinator Kemaritiman Purbaya Yudhi Sadewa menyatakan akan membuka peluang bagi asing untuk bisa terjun dalam usaha perikanan tangkap. Dasarnya adalah kondisi kapasitas dalam negeri yang belum optimal. (Baca juga: Jokowi: Potensi Perikanan di Natuna Hanya Mampu Tergarap 8,9 Persen).

Seperti dilansir bisnis.com, Yudhi berargumen bahwa tingkat pembalakan ilegal ikan di laut semakin kecil. Efeknya, jumlah ikan makin membludak. “Kalau kita tidak bisa menangkap, kan sia-sia. Yang dipikirkan adalah bagaimana memaksimalkan potensi yang ada,” kata Yudhi.

Halaman:
Reporter: Miftah Ardhian