Pemerintah akhirnya mengeluarkan aturan mengenai besaran dan tata cara pemberian bonus produksi panas bumi. Presiden Joko Widodo telah meneken Peraturan Pemerintah Nomor 28 tahun 2016 ini pada 14 Juli lalu.
Aturan itu mencantumkan, bonus produksi adalah kewajiban keuangan yang ditanggung pemegang izin panas bumi, dan pemegang kuasa pengusahaan sumber daya panas bumi. Kewajiban itu juga berlaku bagi pemegang kontrak operasi bersama pengusahaan sumber daya panas bumi, dan pemegang izin pengusahaan sumber daya panas bumi.
Perhitungan bonus berdasarkan pendapatan kotor dari penjualan uap panas bumi atau penjualan listrik dari pembangkit listrik tenaga panas bumi. “Pemegang Izin Panas Bumi wajib memberikan Bonus Produksi sejak unit pertama berproduksi secara komersial,” bunyi Pasal 2 ayat (1) PP ini. (Baca: Harga Jual Murah Jadi Penghambat Pengembangan Panas Bumi)
Ketentuannya adalah, bagi yang telah berproduksi sebelum Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2014 tentang Panas Bumi berlaku maka pembayaran bonus produksi terhitung mulai 1 Januari 2015. Sementara yang belum berproduksi saat UU itu berlaku maka terhitung sejak unit pertama berproduksi secara komersial.
Bonus produksi diberikan kepada pemerintah daerah penghasil panas bumi tersebut. Besarannya satu persen atas pendapatan kotor dari penjualan uap panas bumi, atau 0,5 persen atas pendapatan kotor dari penjualan listrik.
Perhitungan bonus produksi dari pemegang izin panas bumi dilakukan secara tahunan. Sementara perhitungan bonus dari pemegang kuasa pengusahaan sumber daya panas bumi, pemegang kontrak operasi bersama pengusahaan sumber daya panas bumi, dan pemegang izin pengusahaan sumber daya panas bumi dilakukan secara triwulanan.
Dalam penetapan bonus produksi itu, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melakukan rekonsiliasi terhadap penjualan uap panas bumi dan/atau listrik dari pembangkit listrik tenaga panas bumi dan besaran Bonus Produksi yang akan dibayarkan kepada pemerintah Daerah Penghasil. Hasil rekonsiliasi ini untuk menentukan besaran bonus produksi. (Baca: Tiga Pembangkit Panas Bumi Beroperasi Tahun Depan)
Dalam rekonsiliasi, Menteri ESDM juga akan melibatkan instansi terkait. Yakni, pemerintah daerah penghasil, pemegang Izin Panas Bumi, pemegang kuasa pengusahaan sumber daya panas bumi, pemegang kontrak operasi bersama pengusahaan sumber daya panas bumi, dan pemegang izin pengusahaan sumber daya panas bumi, dan badan usaha pembeli uap panas bumi dan/ atau listrik dari pembangkit listrik tenaga panas bumi.
Berdasarkan PP anyar tersebut, para pelaku usaha panas bumi itu wajib membayar terlebih dahulu bonus produksi kepada pemerintah daerah penghasil. Selanjutnya, bonus itu diberikan penggantian dari setoran bagian pemerintah pusat. (Baca: Pemerintah Akan Bentuk BUMN Khusus Panas Bumi)
PP ini juga menyebutkan, para pelaku usaha panas bumi wajib menyampaikan rencana tahunan, laporan penjualan uap panas bumi dan/atau listrik dari pembangkit listrik tenaga panas bumi. Selain itu, laporan penyetoran Bonus Produksi kepada Menteri. Sedangkan ketentuan lebih lanjutnya akan diatur dalam Peraturan Menteri.
“Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan,” bunyi Pasal 12 PP No. 28 Tahun 2016 yang telah diundangkan oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly pada 14 Juli lalu tersebut.