Untuk pertama kalinya, Indonesia akan memiliki cadangan penyangga energi. Cadangan ini penting untuk menjaga ketahanan energi di dalam negeri.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said mengatakan akan memulai program cadangan penyangga energi tersebut pada semester kedua tahun ini. "Saya punya optimisme tahun ini dalam sejarah kita akan mulai dengan cadangan energi," ujar dia seusai rapat ke-18 Dewan Energi Nasional (DEN) di Kementerian ESDM, Jakarta, Kamis (21/7).

Optimisme ini muncul karena Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah menyetujui anggaran untuk membangun cadangan penyangga energi nasional. Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan 2016, dana cadangan penyangga energi ditetapkan sebesar Rp 800 miliar. (Baca: Pemerintah Siapkan Dana Bangun Cadangan Penyangga Minyak)

Ketentuan mengenai cadangan penyangga sebenarnya sudah diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 79 Tahun 2014 tentang kebijakan energi nasional. Cadangan penyangga energi disediakan pemerintah untuk mengantisipasi kondisi krisis dan darurat energi.

Dari sisi waktu, Sudirman tidak terlalu khawatir untuk mendapatkan minyak mentah bagi cadangan penyangga. Selain ada alokasi dananya dalam APBN, Kementeriam ESDM sudah menjalin komunikasi dengan para produsen minyak potensial dengan memanfaatkan keanggotaan di organisasi negara-negara pengekspor minyak (OPEC) untuk membeli minyak mentah.

Kementerian ESDM juga akan menyiapkan Peraturan Presiden (Perpres) mengenai cadangan penyangga energi sebagai payung hukumnya. Bahkan, aturan itu kini sudah masuk dalam Program Legislasi Nasional, sesuai Keppres Nomor 11 Tahun 2016 tentang Program Penyusunan peraturan presiden tahun 2016.

Ada sembilan poin utama yang akan diatur dalam Perpres tersebut. Pertama, jenis energi yang akan digunakan sebagai pasokan. Opsinya adalah minyak mentah atau produk Bahan Bakar Minyak (BBM) seperti Solar, Avtur, bensin atau LPG.

Pertimbangan penentuan jenis energi yakni peran strategis dalam konsumsi nasional, sumber perolehan yang berasal dari impor faktor geopolitik dan ketahanan nasional. Selain opsi itu penambahan jenis cadangan penyangga energi berdasarkan perkembangan kebutuhan strategis nasional.

Kementerian ESDM sebenarnya lebih mengutamakan minyak mentah daripada produk olahan minyak. Alasannya, minyak mentah memiliki daya tahan yang cukup lama dibandingkan produk BBM.  

Kedua, volume dan durasi cadangan penyangga energi. Berdasarkan kebutuhan rata-rata harian nasional tahun sebelumnya,  cadangan penyangga ini bisa digunakan untuk 30 hari, tapi ada kemungkinan naik secara bertahap.

Ketiga adalah lokasi. Untuk memiliki lokasi harus memenuhi aspek geologi, geografis, keekonomian, persyaratan tata ruang dan lingkungan hidup serta studi kelayakan teknis dan non teknis.

Keempat mengenai infrastruktur. Optimalisasi infrastruktur yang ada. Pembangunan infrastruktur baru dengan skema kerjasama pemerintah dan badan usaha. Kerjasama pengadaan infrastruktru dengan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau Badan Usaha dan Badan Usaha Tertentu.

Kelima mengenai persediaan. Berasal dari produksi dalam negeri, baik bagian negara dan bukan bagian negara dan impor. (Baca: AKR Corporindo Siap Sediakan Cadangan Penyangga Energi Nasional)

Keenam, perpres akan mengatur mengenai pengelolaan. Di mana pejabat eselon I unit pelaksana teknis di kementerian ESDM mendapatkan penugasan terkait hal ini.

Ketujuh, penggunaan cadangan penyangga energi. Dalam aturan ini cadangan akan digunakan ketika situasi krisis dan darurat energi. Ini sesuai ketentuan Perpres Nomor 41 Tahun 2016 tentang tata cara penetapan dan penanggulangan krisis dalam negeri.

Kedelapan, mengatur tentang pemulihan cadangan jika telah terpakai. Pengadaan persediaan minyak paling lama  90 hari setelah krisis berakhir.

Kesembilan, terkait pendanaan. Dalam perpres itu pengadaan minyak akan bersumber dari APBN, sementara pembangunan infrastruktur dapat dari sumber lainnya baik BUMN maupun swasta.

Pembahasan aturan ini diperkirakan membutuhkan waktu sekitar dua bulan ke depan. Setelah aturan itu terbit, pemerintah akan mulai membeli minyak dan menyimpannya di storage atau tangki timbun kontraktor yang tidak terpakai. Tangki timbun yang tidak terpakai ini tersebar di seluruh Indonesia dengan total kapasitasnya mencapai 4,5 juta barel. (Baca: Ingin Borong Minyak, Pertamina Sewa Tangki Minyak Chevron)

Sementara itu, Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM I.G.N Wiratmaja Puja mengatakan, dana Rp 800 miliar hanya untuk membeli minyak dan tidak termasuk biaya menyewa kilang atau tangki. Dengan asumsi harga minyak US$ 50 per barel, maka akan ada penambahan cadangan sebesar 1,6 juta barel yang bisa bertahan selama satu atau dua hari saja.