Negara-negara pengekspor minyak yang tergabung dalam OPEC mencatatkan pemasukan yang terendah dalam satu dekade terakhir. Pendapatan dari penjualan minyak mentah pada 2015 merosot hampir sebesar 46 persen dibandingkan thun sebelumnya menjadi US$ 518 miliar atau sekitar Rp 6.941,2 triliun.

Anjloknya harga minyak dunia mengakibatkan negara-negara OPEC melakukan pengeluaran yang lebih besar untuk impor. Kinerja ekspor pun tidak mampu menandingi impor untuk pertama kalinya dalam 17 tahun terakhir.

Laporan kinerja itu dimuat dalam buletin tahunan OPEC edisi ke-51, yang baru dirilis Kamis (23/6). "Ini bentuk komitmen OPEC untuk menyajikan data secara transparan dan mendukung stabilitas pasar," kata Sekretaris Jenderal OPEC Abdalla Salem El-Badri, seperti dilansir Bloomberg.

Harga minyak mentah merosot 35 persen tahun lalu. Kondisi ini menjadi yang terburuk sejak krisis keuangan global tahun 2008. Pasar minyak dunia mengalami ketidakseimbangan sepanjang 2015. (Baca: OPEC Tanpa Keputusan, Harga Minyak Tembus US$ 50 per Barel)

Di satu sisi, permintaan terhadap minyak melambat, terutama dari Cina. Namun di sisi lain, negara-negara penghasil minyak terbesar dunia masih berlomba-lomba memacu produksi sehingga membanjiri pasar minyak dunia. Sebenarnya OPEC tidak setuju dengan adanya strategi ini untuk memperbaiki harga minyak.

Kondisi ini menyebabkan negara-negara OPEC menderita defisit transaksi berjalan. Total defisit transaksi berjalan OPEC tahun lalu kurang dari US$ 100 miliar.

Padahal, pada tahun 2014, OPEC masih mencetak surplus US$ 238 miliar. Hanya ada empat negara anggota yang mencatatkan surplus tahun lalu, yaitu Qatar, Kuwait, Uni Emirat Arab, dan Iran. (Baca: Permintaan Naik, Saudi Aramco Kerek Harga Minyak di Pasar Asia)

Arab Saudi mencatatkan defisit transaksi berjalan terbesar di OPEC, yang mencapai US$ 41,3 miliar. Negara ini dulu banyak menjalankan program sosial untuk warganya, termasuk memberi subsidi untuk energi dan air. Impor juga banyak dilakukan.

Namun, pendapatan Saudi dari minyak mengalami penurunan 23 persen di tahun 2015. Akibatnya, pemerintah negara tersebut memangkas belanjanya dan mulai mencari sumber-sumber pemasukan lain. (Baca: Bahas Pembekuan Produksi OPEC, Indonesia Akan Bersikap Netral)

Arab Saudi sebagai pengekspor minyak dunia berencana melakukan diversifikasi perekonomian.

Negara ini ingin menginvestasikan di sektor pariwisata serta menggenjot kinerja swasta.

Selain itu, Arab Saudi telah menyatakan niatnya untuk menjual sebagian saham kepemilikan perusahaan minyak milik negara, Saudi Aramco, yang merupakan perusahaan minyak terbesar dunia. Negara tersebut juga segera menerapkan sejumlah pajak baru dan mencari sumber pendanaan lain.