Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) mengaku kesulitan mencari pasar gas bumi di dalam negeri. Hal inilah yang menjadi salah satu penyebab target produksi siap jual (lifting) gas tahun depan sulit tercapai.
Dalam rapat kerja Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengusulkan lifting gas bumi sebesar 1.050 - 1.150 per juta barel setara minyak per hari (bsmph) dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2017. Jumlahnya lebih rendah dibandingkan target lifting gas dalam RAPBN-Perubahan 2016 sebesar 1.150 bsmph. (Baca: Pemerintah Pangkas Target Lifting Minyak Lima Kontraktor)
Kepala SKK Migas Amien Sunaryadi mengatakan, penurunan lifting tersebut lantaran penyerapan gas di pasar semakin sulit. "Sebagian besar karena pasarnya yang sulit," kata dia dalam rapat kerja di Komisi VII DPR, Jakarta, Selasa (21/6).
Kementerian ESDM juga pernah memprediksi tidak semua LNG laku terjual tahun ini. Ada 10,4 kargo gas yang kemungkinan tidak dapat terserap. Kargo itu berasal dari Kilang Bontang di Kalimantan Timur.
Dalam catatan neraca LNG 2016 Kementerian ESDM, Kilang Bontang akan memproduksi 152 kargo LNG tahun ini. Dari jumlah tersebut, sebanyak 90,60 kargosudah berkontrak untuk diekspor. Sedangkan 17 kargo untuk domestik juga sudah berkontrak.
Dari sisa kargo yang sudah berkontrak tersebut, sebanyak 14,5 kargo akan dijual ke domestik. Jadi, tersisa 30,4 kargo yang tidak terserap. Tapi, sebanyak 20 kargo diusulkan untuk diekspor. Sisanya ada 10,4 kargo yang tidak laku terjual. (Baca: Terancam Defisit, Pertamina Mulai Impor LNG)
Anggota Komisi VII DPR Inas Nasrullah Zubir tidak sepakat jika lifting gas diturunkan dalam APBN 2017. Alasannya, pasokan gas tidak defisit alias masih tersedia sehingga pemerintah hanya perlu berupaya mencari pasar. "Kalau persolaan pasar akhirnya lifting yang ditekan, saya tidak setuju," katanya.
Di sisi lain, pemerintah menargetkan lifting minyak dalam APBN 2017 sebesar 740 ribu sampai 760 ribu barel per hari (bph). Jumlahnya lebih rendah dibandingkan target dalam RAPBN-P 2016 sebesar 830 ribu bph.
Namun, Kurtubi, salah seorang anggota Komisi VII, menolak usulan target tersebut karena terendah dalam 50 tahun terakhir. Ia meminta target lifting minyak jangan turun terlalu jauh dibandingkan tahun ini. "Tolong jangan 740 ribu bph lah, 800 ribu bph lah kalau boleh tawar-menawar, sehingga SKK Migas bisa bekerja juga itu," katanya.
Sementara itu, Dirjen Migas Kementerian ESDM I.G.N Wiratmaja Puja mengatakan, ada beberapa aspek yang harus dipertimbangkan untuk menggenjot lifting migas. Misalnya, untuk menggenjot produksi Blok Cepu maka harus ada perhitungan yang matang. "Kami harus kaji dulu," ujar dia. (Baca: ExxonMobil Batal Genjot Produksi Blok Cepu Hingga 200 Ribu Barel)
Sekadar informasi, realisasi lifting gas rata-rata sejak Januari hingga akhir Mei lalu mencapai 1.186 bsmph. Sedangkan lifting minyak pada periode yang sama mencapai 808 ribu bph.