Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) memastikan rencana awal pembentukan holding atau induk usaha BUMN energi yang akan dipimpin oleh PT Pertamina tidak akan berubah. Penggabungan antara PT PGN dengan anak usaha Pertamina, PT Pertagas, dipertahankan meski skema tersebut tidak tercantum dalam Rencana Peraturan Pemerintah (RPP) mengenai holding.
Deputi Bidang Energi, Logistik, Kawasan, dan Pariwisata Kementerian BUMN Edwin Hidayat Abdullah mengatakan penggabungan atau akuisisi tersebut memang tidak mesti masuk dalam RPP mengenai holding. “Tidak perlu masuk Peraturan Pemerintah. Itu kan bagian dari keputusan strategis saja,” kata dia saat ditemui Katadata usai Rapat dengan Komisi VI, di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis, 16 Juni 2016. (Baca: Bentuk Holding Energi, Pertamina-PGN Masih Negosiasi Saham).
Berdasarkan Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Penambahan Modal Negara (PMN) kepada Pertamina, yang salinannya diperoleh Katadata, hanya disebutkan pemerintah akan mengalihkan 13,8 miliar saham seri B PGN kepada Pertamina. Sementara rancangan beleid itu sama sekali tidak menyebut secara jelas adanya pendirian induk usaha BUMN energi yang terdiri atas PGN, Pertamina, dan Pertagas. Apalagi, membahas tentang akuisisi Pertagas oleh PGN.
Meski tidak masuk dalam RPP, skema akuisisi ini, menurut Edwin, penting agar terjadi sinergi antar BUMN yang bergerak di bisnis gas. Dengan begitu tidak ada lagi tumpang tindih dalam pembangunan atau investasi infrastruktur gas bumi.
Menurut Edwin, PGN juga tidak menolak dengan skema yang sudah ditetapkan pemerintah. Bahkan PGN sangat kooperatif terhadap rencana tersebut. Mengenai proses pembentukan Peraturan Pemerintahnya, saat ini masih berada di Sekretariat Negara Republik Indonesia.
Sayangnya, Edwin enggan menanggapi perihal perlunya persetujuan DPR dalam proses pembentukan holding ini. Menurut Edwin, pihaknya akan berkonsultasi dengan ahli hukum untuk melihat perlunya Kementerian BUMN mendapat persetujuan dalam pembentukan holding ini. (Baca: Tanpa Izin Dewan, DPR Anggap Pembentukan Holding Cacat Hukum).
Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat Azam Azman Natawijaya menegaskan agar rencana holding dikonsultasikan dan mendapat persetujuan DPR. Dasarnya, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara menyebutkan bahwa perubahan, penjualan, atau pemindahan asset negara yang melebihi Rp 100 miliar harus seizin Dewan. Oleh karena itu, Menteri Badan Usaha Milik Negara Rini Soemarno diminta segera mengajukan persetujuan.
Karenanya, jika tidak meminta izin, rencana tersebut dinilai melanggar undang-undang. “Jangan sampai pembentukan holding ini menjadi cacat hukum,” kata Azman saat ditemui usai sidang paripurna, di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis, 2 Juni 2016.
Skema pembentukan holding juga mendapat kritik dari berbagai pihak. Mantan anggota tim reformasi tata kelola minyak dan gas bumi (migas) Fahmy Radhi mengatakan pembentukan holding energi tidak memiliki konsep dan tujuan yang jelas. (Baca: Skema Pembentukan Holding Energi Dinilai Tidak Tepat).
Konsepnya hanya sekadar ingin menunjuk PT Pertamina (Persero) sebagai induk usaha BUMN energi. "Konsep pembentukannya tidak jelas. Tujuan penunjukan Pertamina sebagai holding juga sangat naif," ujar Fahmy saat acara diskusi bertema “Holding Energi untuk Apa?” di Kantor KAHMI, Jakarta, Jumat pekan lalu.