Anjloknya harga minyak dunia turut memukul kinerja keuangan PT Pertamina (Persero). Laba bersih perusahaan pelat merah tersebut pada 2015 mencapai US$ 1,42 miliar. Jumlahnya turun sekitar US$ 30 juta atau Rp 409,1 miliar dibandingkan tahun sebelumnya.
Direktur Utama Pertamina Dwi Soetjipto mengakui, harga minyak mentah yang turun tajam dari kisaran US$ 106 per barel menjadi sekitar US$ 42 per barel sangat mempengaruhi kinerja Pertamina. Kondisi yang juga menimpa banyak perusahaan migas di dunia, diatasi dengan langkah-langkah efisiensi. Mulai dari pemotongan belanja modal, belanja operasional hingga pemutusan hubungan kerja (PHK).
“Tapi, Pertamina terlihat seperti anomali, di mana perusahaan-perusahaan didera pelambatan usaha hingga double digit, Pertamina hanya mengalami sedikit penurunan,” kata Dwi dalam pemaparan kinerja keuangan 2015 Pertamina di Jakarta, Selasa (31/5) sore.
(Baca: Pertamina Bidik Dua Blok Migas di Iran)
Pertamina mencatatkan realisasi pendapatan US$ 41,76 miliar dan EBITDA sebesar US$ 5,13 miliar. Sedangkan margin EBITDA sebesar 12,28 persen yang merupakan posisi tertinggi dalam lima tahun terakhir.
Di sisi lain, pembayaran utang Pertamina selama 2015 tercatat US$ 4,07 miliar. Adapun, realisasi investasi tahun lalu mencapai US$ 3,62 miliar yang 75 persen di antaranya dialokasikan untuk bisnis hulu migas.
Produksi hulu migas Pertamina naik 11 persen dari 548,5 ribu barel setara minyak per hari menjadi 606,7 ribu barel per hari. Produksi gas menyumbang pertumbuhan yang signifikan yaitu 18 persen menjadi 1,9 miliar kaki kubik per hari atau billion standard cubic feet per day (BSCFD). Begitu pula produksi panas bumi yang meningkat delapan persen menjadi 3.056,82 Gwh setara listrik. (Baca: Ribut Pertamina-PLN, Pembangkit Panas Bumi Kamojang Terganggu)
Dari unit pengolahan, Pertamina berhasil mengoperasikan kilang atau Residual Fluid Catalytic Cracking (RFCC) Cilacap dan mengelola kembali kilang Trans Pacific Petrochemical Indotama (TPPI). Dua kilang ini memberikan dampak positif bagi kinerja pengolahan Pertamina. Imbal hasil produk atau Yield Valuable Product kilang Pertamina meningkat menjadi 75,52 persen dari sebelumnya 73,14 persen.
Di sisi pemasaran, penurunan harga produk dan juga semakin bervariasinya merek produk Pertamina berdampak pada peningkatan kinerja bisnis hilir. Pertalite yang pendistribusiannya dimulai pada Juli 2015, hingga akhir tahun lalu telah terjual sebesar 373.040 kiloliter. Selain itu, pelumas Pertamina tetap menjadi penguasa pangsa pasar hingga 59,1 persen.
Adapun, transportasi gas dan niaga gas juga meningkat masing-masing 4 persen dan 18 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Sepanjang tahun lalu, transportasi gas Pertamina melalui anak perusahaan, yaitu Pertagas, mencapai 531,17 BSCF. Sedangkan niaga gas mencapai 48.230 ribu BBTU. (Baca: Terancam Defisit, Pertamina Mulai Impor LNG)
Sepanjang 2015, Pertamina juga melakukan langkah efisiensi di segala lini seperti program "Breakthrough Project New Initiatives" Pertamina 2015 di mana sepanjang tahun lalu dampak finansial yang diperoleh dari program tersebut diperoleh efisiensi dan nilai tambah sebesar US$ 608,41 juta. “Kinerja keuangan perusahaan yang semakin baik, menumbuhkan optimisme untuk rencana investasi dan ekspansi Pertamina di masa yang akan datang. Fokus kami saat ini adalah untuk investasi hulu dan juga kilang, selain melakukan pengembangan infrastruktur hilir migas,” kata Dwi.