Daerah yang memiliki ladang minyak dan gas memperoleh pemasukan besar dari Dana Bagi Hasil (DBH) migas. Begitu harga minyak mentah dunia merosot, pendapatan mereka pun terpangkas drastis. Karena itu Satuan Kerja Khusus Minyak dan Gas (SKK Migas) sempat menilai DBH tidak efektif membangun daerah.

Namun hal itu tidak terjadi di Bojonegoro. Kepala SKK Migas Amien Sunaryadi malah memuji pemerintah daerah di Jawa Timur itu dalam mengelola aset migas di wilayahnya. Pejabat daerah mampu memanfaatkan aset migasnya untuk memberdayakan sumber daya manusia dalam menikmati efek ganda operasional migas di wilayah Blok Cepu, Jawa Timur ini. (Baca juga: SKK Migas: Dana Bagi Hasil Masela Kurang Efektif Bangun Maluku).

Menurut Amien, daerah penghasil migas memang harus mensukseskan kegiatan operasi migas agar bisnis unit di daerah dan keahlian individu lokal berkembang. Dalam hal ini, Bojonegoro dinilai dapat memanfaatkan dana bagi hasil dengan baik untuk mengembangkan daerahnya. “Manfaatkan DBH migas untuk mengmbangkan supplier, vendor lokal, dan mengembangkan pendidikan,” kata Amien dalam Konvensi ke-40 Asosiasi Industri Migas Indonesia (IPA) di Jakarta, Jumat 27 Mei 2016.

Dalam kesempatan yang sama, Direktur Dana Perimbangan Kementerian Keuangan Rukijo menyatakan sumber daya alam, termasuk minyak dan gas, menjadi andalan bagi sebagian besar daerah terutama di Sumatera dan Jawa. Tak heran ketika harga migas turun membuat Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) terguncang. Sebab, dana bagi hasil turun seiring peneriman perusahaan yang menyusut.

Dengan kondisi ini, daerah yang terlambat menyiapkan antisipasi akan terengah-engah. Bahkan, kata Rukijo, ada daerah yang sudah kaya malah mengalami kesulitan. “Seperti Riau akan defisit luar biasa. Bupati Karimun menyampaikan tahun ini defisit Rp 280 miliar, karena turunnya harga minyak,” katanya. 

Namun, bagi daerah yang sudah mengantisipasi, tidak akan terlalu terguncang. Dia menyebut Bojonegoro satu di antaranya. “Bojonegoro adalah calon daerah kaya,” ujarnya. “Bojonegoro sudah menyiapkan dana abadi.” (Baca pula: Lambat Cairkan Anggaran, Kemenkeu Siapkan Sanksi Bagi Pemda).

Mendapat perhatian seperti itu, Bupati Bojonegoro Suyoto mengatakan kegiatan operasional migas di daerahnya membuat kemakmuran rakyat lebih baik. Hal ini terlihat dari pertumbuhan ekonomi pada 2015 sebesar 19,87 persen. Angka ini meningkat signifikan dibanding tahun sebelumnya yang hanya 2,36 persen. Pertumbuhan tersebut didukung oleh laju produksi siap jual migas atau lifting yang cukup besar pada tahun lalu yang mencapai 30 juta barel lebih atau meningkat 40 persen dibanding 2014.

Menurut Soyoto, managemen DBH migas menjadi faktor penting yang dapat menunjang keberadaaan dana tersebut terus berkelanjutan. Misalnya, dia membatasi penerimaan daerah dari migas hanya boleh dimanfaatkan untuk tiga hal. (Lihat pula: Terindikasi Tak Wajar, Dana Enam Daerah Diubah ke Surat Utang).

Pertama, membangun infrastruktur yang relavan dengan pertumbuhan ekonomi. Kedua, belanja di sektor sumber daya manusia, yakni dengan memberikan beasiswa bagi Siswa Lanjut Tingkat Atas RP 2 juta per anak. Ia menaksir tahun ini hampir Rp 100 juta dana yang keluar dari penghasilan migas daerah untuk program tersebut. Ketiga, memberdayakan pedesaan yang dapat mengelola dana desa secara mandiri.

Untuk menunjang kapasitas keuangan pedesaan agar mandiri, Suyoto menyatakan 12 persen dari APBD Bojonegoro disisihkan untuk dana desa melalui Alokasi Dana Desa (ADD). Pemerintah Kabupaten juga melakukan gebrakan dengan memberikan insentif investasi bagi pelaku ushaa yang mau membangun kawasan pedesaan yang miskin.