Tiga Menteri Tinjau Pulau Reklamasi, Ahok: Kami Tindak Lanjuti

Arief Kamaludin|KATADATA
Menko bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Rizal Ramli, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya, serta Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) di Pulau C dan D.
4/5/2016, 18.51 WIB

Reklamasi Teluk Jakarta untuk membangun 17 pulau buatan terus menyedot perhatian, pun setelah pemerintah mengeluarkan moratorium. Hari ini tiga menteri meninjau pulau C dan D yang dikerjakan oleh PT Kapuk Naga Indah, anak usaha Agung Sedayu Grup. Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Rizal Ramli memimpin rombongan itu.

Dua menteri yang menyertainya yakni Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti serta Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup Siti Nurbaya. Ada juga Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dan Direktur III PT Kapuk Naga Indah, Nono Sampono. (Baca: Lanjutkan Reklamasi Teluk Jakarta, Jokowi Kenalkan Proyek Garuda).

Dalam proyek ini, Rizal meminta pihak swasta tidak mengatur-atur pemerintah. Ini sebagai titah Presiden Joko Widodo dalam rapat terbatas pekan lalu. Sebab, pemerintahlah yang berhak mengatur tata kelola, ruang bagi masyarakat, dan pengembangan komersial. “Tidak bisa seenaknya saja mereka reklamasi,” kata Rizal, di Pulau C, Jakarta, Rabu, 4 Mei 2016.

Menurutnya, urusan reklamasi sudah ada aturannya. Yakni mengacu pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Beberapa aturan teknis telah diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2008 Tentang Penataan Ruang Kawasan Jakarta, Bogor, Tangerang, Bekasi, Puncak, dan Cianjur, serta Peraturan Gubernur DKI Nomor 121 Tahun 2012 tentang Penataan Ruang Kawasan Pantai Utara Jakarta.

Sementara itu, Menteri Siti Nurbaya mengatakan seluruh kegiatan reklamasi akan dihentikan sampai pengembang mampu membangun kanal. Dia juga akan mengoreksi Analisa Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) proyek ini lantaran kondisi lapangan tidak dikaji dengan baik oleh pengembang. (Baca: Proyek Tanggul Raksasa Jakarta Bakal Diambil Pemerintah).

Selain itu, ada beberapa persoalan yang ditemukan kementeriannya. Pertama, dokumen lapangan terkait ketersediaan air bersih. Kedua, kegiatan vital seperti kabel. Ketiga, kajian banjir di pulau C dan D belum menyeluruh. Keempat, tidak adanya kajian bahan urukan. Kelima, adanya keberatan Pembangkit Listrik Tenaga Uap Muara Karang dan Tanjung Priok. Terakhir, tidak ada kajian pipa bawah laut. “Kita hentikan sampai mereka memenuhi. Kendalanya banyak,” kata Siti.

Menanggapi hal tersebut, Gubernur Basuki mengatakan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta akan menunggu hasil kajian Kementerian Lingkungan Hidup. Dia pun siap menindaklanjuti rekomendasinya. Selain itu, berdasarkan laporan PT Kapuk Naga Indah, kegiatan reklamasi telah dihentikan sementara. “Yang jelas kami akan tindaklanjuti surat KLH tersebut,” kata Ahok. (Baca: Pendanaan Tanggul Raksasa Jakarta Tunggu Kajian Bappenas).

Dari sisi peraturan, sejak pemerintah maupun swasta mengembangkan reklamasi pada 1985, belum ada ketentuan yang mengatur pengurukan lahan secara nasional. Karena itu, pemerintah kerap memakai landasa hukum yang berbeda dalam mengembangkan proyek ini. Tak jarang malah saling berbenturan seperti dalam pembangunan 17 pulau tersebut.

Misalnya, ketika Pemerintah DKI Jakarta mengizinkan swasta meratakan pantai di utara Jakarta, yang dijadikan acuan adalah Keputusan Presiden Nomor 52 Tahun 1995 tentang Reklamasi Pantai Utara Jakarta. Di sini, termasuk Ahok, menganggap wewenang dan tanggung jawab reklamasi berada di tangan Gubernur Jakarta. Hal tersebut sesuai dengan Pasal 4 Keputusan Presiden tersebut.

Sementara itu, pemerintah pusat, seperti Menteri Susi, mendasarkan pada Peraturan Presiden Nomor 122 Tahun 2012 juncto Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 17 Tahun 2013. Di sana mengatur izin lokasi reklamasi mesti mendapat rekomendasi menteri. (Lihat juga: : Pemerintah Cari Investor Baru Garap Tanggul Raksasa Jakarta).

Apalagi Menteri Susi menemukan bahwa PT Kapuk Naga Indah terindikasi melanggar dengan menyatukan pulau. Padahal Perpres Nomor 54 mengatur jarak antar dua pulau reklamasi yakni 300 meter dengan kedalaman delapam meter. Selain itu, “Dari 17 itu, tidak semua boleh direklamasi,” kata Susi.

Menanggapi hal tersebut, Nono Sampono mengatakan hal ini karena PT Kapuk Naga Indah menggunakan pola pengerjaan reklamasi dengan mazhab yang banyak digunakan di Eropa. “Kami lekatkan pulau C dan D sifatnya sementara untuk pemadatan. Setelahnya kami sambung,” kata Nono. “Kami akan dukung aturan pemerintah.”