Krisis politik dan ketidakstabilan kondisi keamanan, ternyata tidak mempengaruhi produksi dan ekspor minyak Irak. Pada April lalu, ekspor minyak Irak bahkan mendekati rekor tertinggi yang pernah dicetak pada November tahun lalu. Alhasil, tambahan jutaan barel minyak dari negara produsen minyak terbesar kedua anggota organisasi negara-negara pengekspor minyak (OPEC) ini membanjiri pasar dunia. Tapi, dalam jangka menengah, ketidakstabilan kondisi Irak bisa mengerek harga minyak.
Berdasarkan kompilasi data yang disusun Bloomberg, pada April lalu Irak memproduksi 4,3 juta barel minyak per hari. Jumlah produksinya terus naik dalam dua tahun terakhir yang tercatat sebesar 3,25 juta per hari. Produksinya bersumber dari dua perusahaan minyak internasional, yaitu BP Plc dan Lukoil PJSC, yang menggenjot produksi pada lapangan minyak yang terletak di bagian selatan Irak. (Baca: Pasokan Berkurang, Harga Minyak Dunia Menuju US$ 40)
Produksi tersebut turut mendongkrak angka ekspor minyak Irak ke luar negeri. Juru bicara Kementerian Minyak Irak, Asim Jihad, menyatakan, ekspor minyak Irak pada April lalu mencapai 3,36 juta barel per hari, atau sebanyak 100,92 juta barel per bulan. Jumlah itu belum termasuk ekspor minyak pemerintah regional Kurdis, sebuah kawasan otonom di Irak.
Ekspor minyak Irak pada April lalu lebih tinggi dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 3,29 juta barel per hari. Bahkan, itu merupakan rekor tertinggi baru sejak November tahun lalu, ketika pemerintah Irak sukses mengekspor minyak sebanyak 3,365 juta barel per hari.
Pernyataan ini dikeluarkan oleh , melalui pesan singkat pada Minggu (1/5) seperti dilansir Bloomberg.
Ketua Organisasi Pemasaran Minyak Negara Irak, Falah Al-Amri, mengatakan produksi dan pengiriman minyak tidak terpengaruh oleh aksi para demonstran yang mengepung gedung parlemen Irak di Baghdad. BBC melaporkan, para demonstran marah karena adanya penundaan pengesahan kabinet baru di Irak. Mereka menuduh pemerintah setempat mengabaikan reformasi, menyusul perang melawan ISIS dan menurunnya pemasukan dari minyak. (Baca: Tertinggi Tahun Ini, Harga Minyak Amerika di Atas US$ 40)
“Secara politik, keadaan sudah bertambah buruk secara dramatis di Irak,” ujar analis minyak dari Energy Aspects Ltd., Richard Mallinson, melalui sambungan telepon dari London, Inggris, Minggu (1/5) lalu. Ia menjelaskan, kondisi tersebut berdampak negatif bagi industri minyak Irak untuk jangka waktu menengah. Puncak produksi akan muncul dan mulai berkurang seiring berjalannya waktu pada tahun ini.
Serangkaian peristiwa yang terjadi di Baghdad dapat mengganggu produksi dan ekspor minyak dari kawasan selatan Irak. Sebagian besar cadangan minyak mentah dan terminal ekspor maritim negara ini berada di wilayah selatan, jauh dari lini depan militer yang berperang melawan ISIS. Analis komoditas dari Emirates NBD PJSC di Dubai, Edward Bell, menambahkan, jika kondisi ketidakstabilan di Irak terus berlangsung maka akan mengerek harga minyak hingga mencapai posisi tertingginya.
Tanda-tanda kenaikan harga minyak sudah terlihat sejak bulan lalu. Harga minyak mentah acuan Brent untuk kontrak pengiriman Juli sempat mencapai US$ 48,29 per barel pada perdagangan Jumat pekan lalu (29/4). Namun, saat penutupan sedikit terkoreksi menjadi US$ 47,37.
(Baca: Banjir Pasokan, Harga Minyak Bisa Terus Turun Hingga Akhir Tahun)
Di sisi lain, persediaan minyak dunia, khususnya OPEC, masih terus meningkat lantaran para produsen enggan mengerem produksinya meskipun permintaan minyak melemah. Persediaan minyak OPEC pada April mencapai 32,64 juta barel per hari (bph) atau naik dari bulan sebelumnya yang sebesar 32,47 juta bph.