Jonan Tolak Usulan Soal Izin Kapal Migas Berbendera Asing

Arief Kamaludin|KATADATA
Menteri Perhubungan Ignasius Jonan: ?Pokoknya kalau kendaraan atau berbendera asing harus izin, kalau tidak bagaimana? Tidak usaha ada negara saja.?
Penulis: Safrezi Fitra
29/4/2016, 12.26 WIB

Menteri Perhubungan Ignasius Jonan menyatakan menolak usulan untuk memberi pengecualian izin bagi kapal pengeboran migas (drilling ship) asing beroperasi di dalam negeri. Menurutnya setiap kapal asing wajib, harus memiliki izin untuk beroperasi di Indonesia.

“Pokoknya kalau kendaraan atau berbendera asing harus izin, kalau tidak bagaimana? Tidak usaha ada negara saja,” ujarnya kepada Katadata di kompleks Istana Negara, Kamis (28/4). (Baca: Kementerian ESDM Minta Kemudahan Azas Cabotage untuk Migas)

Sebelumnya Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) meminta Kementerian Perhubungan melonggarkan kewajiban asas cabotage untuk industri hulu minyak dan gas (migas). Meski industri migas ini sudah diperbolehkan menggunakan kapal asing, tapi harus memperoleh izin dari Kementerian Perhubungan.

Direktur Pembinaan Usaha Hulu Migas Kementerian ESDM Djoko Siswanto mengatakan, pemerintah memang tengah mengkaji beberapa insentif untuk industri hulu migas. Salah satunya adalah azas cabotage bagi kapal pengeboran (drilling ship). 

“Kami sedang perjuangkan ke Kementerian Perhubungan,” kata dia kepada Katadata, Rabu (27/4). Harapannya, insentif ini bisa meringankan beban para kontraktor migas di tengah rendahnya harga minyak dunia. (Baca: Asosiasi Migas Berharap Insentif selama Harga Minyak Rendah)

Penerapan asas cabotage mewajibkan kapal yang beroperasi di Indonesia menggunakan bendera Merah-Putih. Awak kapalnya pun harus berkewarganegaraan Indonesia. Ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 tahun 2008 tentang Pelayaran.

Kapal asing juga dilarang mengangkut penumpang atau barang antarpulau atau antarpelabuhan di wilayah perairan Indonesia. Tujuannya melindungi kedaulatan negara dan kesempatan berusaha seluas-luasnya bagi perusahaan angkutan laut nasional dalam memperoleh pangsa muatan.

Menindaklanjuti hal tersebut, pemerintah membuat Peraturan Pemerintah Nomor 20 tahun 2010 tentang angkutan di Perairan. Namun, setahun berselang aturan direvisi dengan Peraturan Pemerintah Nomor 22 tahun 2011 tentang Angkutan Perairan Laut. Dalam revisi ini pemerintah memberikan pengecualian asas cabotage untuk industri migas.

Kegiatan survei minyak dan gas bumi, pengeboran, konstruksi lepas pantai, penunjang operasi lepas pantai, pengerukan, salvage, dan pekerjaan bawah air diperbolehkan menggunakan kapal berbendera asing. Syaratnya, kapal tersebut harus mendapatkan izin terlebih dulu dari Menteri Perhubungan. (Baca: BUMN Diminta Kembangkan Usaha Pelayaran Lepas Pantai)

Setelah memberikan izin, Kementerian Perhubungan tetap melakukan evaluasi setiap tiga bulan sekali dengan melibatkan asosiasi penyedia dan pengguna jasa kapal. Evaluasi dilakukan untuk melihat ketersediaan jenis kapal asing tersebut di dalam negeri. “Kalau ada kapal dalam negeri yang bisa digunakan, harus menggunakan kapal dalam negeri,” ujar Jonan.