Pemerintah menargetkan Rancangan Undang-Undang Minyak dan Gas Bumi (RUU Migas) dapat selesai tahun ini. Mengingat RUU Migas termasuk dalam program legislasi nasional (prolegnas) 2016.
Direktur Jenderal Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) I.G.N. Wiratmaja Puja berharap DPR segera mengundang pemerintah untuk membahas penyusunan draf dan naskah akademik RUU tersebut. Sehingga pembahasannya bisa rampung tahun ini.
Pemerintah sudah memiliki usulan mengenai aturan di sektor migas. Untuk hulu migas, Pemerintah akan memperkuat PT Pertamina. Sementara SKK Migas akan berubah menjadi BUMN Khusus yang mewakili pemerintah sebagai mitra dari kontraktor migas.
BUMN Khusus ini nantinya akan mengurusi dari segi bisnis, sementara hak pertambangan tetap di tangan Pemerintah. “Ini yang sedang kami pilah-pilah,” kata Wiratmaja dalam keterangannya yang dikutip dari situs resmi Kementerian ESDM, Kamis (21/4). (Baca: Pemerintah Tak Ingin Pertamina Gantikan Peran SKK Migas)
Sementara dari sisi hilir migas, Pemerintah berencana membentuk Badan Pengangga Gas Bumi. Dengan adanya badan ini, diharapkan masyarakat dapat memperoleh harga yang sama. Pasalnya, harga gas di Indonesia saat ini masih sangat beragam. Misalnya, harga gas di Pulau Jawa dan Sumatera Utara yang jauh berbeda. Demikian pula harga gas di Indonesia Timur.
Anggota Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Satya Widhya Yudha mengatakan sudah ada titik temu dalam beberapa hal terkait draf RUU Migas di komisinya. Saat ini hanya tinggal menggabungkan pandangan dari semua fraksi di komisi VII untuk penyusunan draf dan naskah akademiknya. Setelah final,
Dia berharap setelah menggabungkan semua pandangan fraksi di Komisi VII dan memasukkannya ke naskah akademik, maka akan segera dibahas di Badan Legislatif DPR. Setelah itu, dirapatkan di Badan musyawarah untuk dibawa ke rapat Paripurna.
“Kalau dibilang selesai akhir tahun ini, kami belum tahu. Tergantung kapan paripurna dijalankan. Karena begitu paripurna dijalankan, baru kami bisa bilang kapan selesainya,” ujar dia. (Baca: Fungsi SKK Migas Berpeluang Kembali ke Pertamina)
Satya mengungkapkan ada tujuh poin penting yang masih menjadi perdebatan dalam penyusunan draf RUU Migas di DPR. Pertama, mengenai manajemen di sektor hulu minyak dan gas. Perlu adanya pengaturan mengenai fungsi Kementerian ESDM, Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas), dan Pertamina.
Poin kedua adalah jenis kontrak. Dalam pembahasan RUU Migas nanti bisa diperdebatkan apakah akan memakai kontrak bagi hasil/production sharing contract (PSC) atau memodifikasinya. “Kalau kami melihat dasar hukum, yang ada bukan kontrak tapi izin,” kata dia.
Ketiga adalah keistimewaan bagi perusahaan migas nasional (BUMN). Nantinya masih perlu dibahas dengan pemerintah seperti apa keistimewaan yang akan diberikan ke BUMN. Mengingat BUMN membutuhkan insentif untuk mempertahankan penerimaannya.
Keempat, poin ini DPR membahas mengenai peran pemerintah daerah (pemda) dalam mendapatkan hak pengelolaan di suatu wilayah kerja migas. DPR hingga kini masih membahas mengenai apa saja kemudahaan dan yang harus dilakukan Pemda dalam mendapatkan hak kelolanya, sebab DPR menginisiasi Pemda mendapatkan hak khusus untuk ikut serta mengelola migas yang ada di daerahnya.
Kelima, DPR membahas mengenai kesehatan,keamanan dan masalah dampak lingkungan yang menjadi bagian dari pengaruh kegiatan migas di suatu wilayah kerja. Keenam mengenai Dana Ketahanan Energi atau Petroleum Fund. “Dengan adanya dana ini kita ada dedikasi untuk mengalokasikan anggaran untuk hal yang lebih produktif. Kami butuh petroleum fund,” ujar dia. (Baca: Kementerian ESDM Ingin Dana Ketahanan Energi Masuk RUU Migas)
Ketujuh adalah mengenai sektor hilir. Sampai saat ini menurut Satya manajemen hilir migas masih sangat minim. Untuk itu perlu pengaturan baik minyak ataupun gas. Dalam hal ini diatur juga mengenai badan penyangga gas dan posisi Badan Pengatur Hilir Migas.