KATADATA - Meski telah melakukan berbagai kajian dan melalui pembahasan panjang dalam dua kali sidang kabinet terbatas, pemerintah hingga kini belum memutuskan skema pengembangan Blok Masela. Wakil Presiden Jusuf Kalla menyatakan, pemerintah memerlukan waktu untuk memutuskan skema terbaik untuk mengembangkan blok kaya gas di laut Arafuru tersebut.
Pembahasan mengenai pengembangan Blok Masela memang memakan waktu lama karena merupakan salah satu proyek minyak dan gas bumi (migas) besar di Indonesia. salah satu contohnya, kebutuhan dana investasinya sekitar US$ 14,8 miliar atau setara dengan Rp 200 triliun. Karena itu, menurut Kalla, pemerintah perlu berhati-hati dan menghitung secara benar pilihan yang akan diputuskan. Apalagi, saat ini ada dua pandangan mengenai skema pengembangan Blok Masela: pengolahan gas di darat (on shore) atau di laut (off shore).
Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) sepakat dengan proposal rencana pengembangan (Plan of Development / POD) yang diajukan Inpex Masela sebagai operator blok itu, yakni skema off shore dengan membangun kilang LNG terapung di laut. Alasannya, skema tersebut lebih ekonomis. Namun, Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Sumber Daya Rizal Ramli menilai skema on shore yang memiliki dampak paling banyak untuk masyarakat.
(Baca: Seteru di Balik Kisruh Pengembangan Blok Masela)
Meski dua pandangan itu belum mencapai titik temu, pemerintah akan segera memutuskan skema pengolahan untuk ladang gas yang memiliki cadangan 10,73 triliun kaki kubik (tcf). “Kami menunggu hari yang baik,” kata Kalla usai menghadiri acara "The Economist Events, Indonesia Summit", di Jakata, Kamis (25/2).
(Baca: Kepala SKK Migas: Rizal Ramli Tak Berhak Putuskan Blok Masela)
Namun, JK panggilan akrab Kalla enggan menyebutkan skema apa yang akan dipilih oleh pemerintah. Ketika dikonfirmasi perihal pernyataannya dalam sebuah acara di TV One beberapa hari lalu bahwa skema terbaik untuk Blok Masela adalah off shore, Kalla tidak membantah hal tersebut. "Sekarang lagi akan diambil keputusan."
Sebelumnya, melalui siaran pers Kemenko Maritim dan Sumber Daya, Senin lalu (22/2), Rizal menyatakan pemerintah akan mengembangkan Lapangan Abadi Blok Masela dengan skenario pembangunan kilang gas alam cair atau Liquefied Natural Gas (LNG) di darat. “Keputusan itu diambil setelah dilakukan pembahasan secara menyeluruh dan hati-hati, dengan memperhatikan masukan dari banyak pihak," katanya. Pertimbangannya, pemerintah sangat memperhatikan efek berantai serta percepatan pembangunan ekonomi Maluku khususnya, dan Indonesia Timur pada umumnya.
(Baca: Pemerintah Godok Konsep Development Fund untuk Blok Masela)
Namun, klaim tersebut langsung ditepis oleh Presiden Joko Widodo. Melalui Juru Bicara Presiden, Johan Budi S.P., Jokowi menegaskan hingga saat ini belum memutuskan metode pembangunan Blok Masela: menggunakan skema pengolahan di laut (offshore) atau di darat (onshore). Presiden masih mengkaji seluruh aspek proyek tersebut lantaran besarnya skala dan kompleksitas proyek Masela. "Keputusan harus dibuat dengan sangat berhati hati," kata Johan dalam pernyataan tertulisnya kepada Katadata, yang disebutnya merupakan suara Presiden, Selasa (23/2).
Dalam mengambil keputusan, Jokowi menyatakan, tidak hanya mempertimbangkan aspek komersial dan teknis. Tapi juga mengkaji aspek sosial, budaya dan ekonomi, hingga pengembangan kawasan setempat. Pada saat ini, Presiden mengaku sudah mendengar berbagai masukan dan memahami argumen dari berbagai pihak. "Baik yang berpendapat membangun kilang di laut maupun membangun kilang di darat."