KATADATA - Pemerintah dan PT Pertamina (Persero) akhirnya menyepakati besaran bagi hasil untuk Blok Mahakam pasca tahun 2017. Skema bagi hasil tersebut itu dituangkan dalam notulen rapat bertanggal 16 Desember 2015, mengenai pembahasan syarat dan ketentuan kontrak kerjasama Wilayah Kerja Mahakam pasca 2017.

Salinan notulen rapat yang diperoleh Katadata tersebut, diteken oleh perwakilan Direktorat Jenderal Migas Muhammad Abduh, Tim Oversight Committee Arief Fanzuri, Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas) Gunawan dan Pertamina Andi Wisnu. Direktur Pembinaan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (Migas) Kementerian ESDM Djoko Siswanto membenarkan isi notulen rapat tersebut. “Benar,” katanya kepada Katadata, Selasa (22/12).

Notulen rapat itu memuat bagi hasil yang digunakan di Blok Mahakam menggunakan skema range dynamic split revenue contractor over cost (R/C). Yaitu, rasio bagi hasil bersifat dinamis karena tergantung oleh penerimaan dan biaya produksi blok tersebut. Jika rasio penerimaan terhadap biaya produksinya lebih besar maka bagi hasil yang diperoleh pemerintah ikut naik. Sebaliknya, rasio bagi hasil yang diterima kontraktor kontrak kerjasama migas (KKKS), dalam hal ini Pertamina sebagai operator, turut mengecil.

(Baca : Pertama Kalinya, Pemerintah Pakai Skema Baru Bagi Hasil Blok Mahakam)

Dengan kandungan gas yang lebih besar ketimbang minyak di Blok Mahakam,  pemerintah minimal mendapatkan porsi 65 persen dari hasil produksi gas jika rasio penerimaannya di bawah satu kali dari biaya produksi. Sisanya untuk kontraktor. Sementara bagi hasil terbesar yang bisa didapat pemerintah adalah 75 persen jika rasio penerimaannya di atas 1,6 kali dari biaya produksi.

Untuk minyak, pemerintah akan mendapatkanbagi hasil minimal sebesar 80 persen, sisanya untuk kontraktor. Sedangkan bagi hasil maksimal yang bisa didapat pemerintah dari produksi minyak Blok Mahakam sebesar 90 persen.

Sebelumnya, Djoko mengatakan, beberapa syarat dan ketentuan untuk kontrak baru Blok Mahakam sudah disepakati. Di dalam kontrak baru tersebut, Pertamina juga akan mendapatkan insentif berupa block basis dan investment credit (kredit investasi) sebesar 17 persen. Pemberian insentif ini bertujuan untuk meningkatkan eksplorasi. Sementara untuk hasil pertama yang akan didapatkan pemerintah atau First Tranche Petroleum ditetapkan sebesar 20 persen.

Pertamina bersama Total E&P Indonesia dan Inpex Corporation juga sudah meneken kesepakatan awal berupa Heads of Agreeement (HoA). HoA Blok Mahakam ini merupakan langkah awal bagi Pertamina untuk mempersiapkan alih kelola sebelum kontrak Blok Mahakam berakhir pada 31 Desember 2017.

(Baca : Pertamina dan Total Sepakat Dua Poin Masa Transisi Blok Mahakam)

HoA tersebut terdiri dari dua hal yakni transfer agrement dan commercial agreement Transfer agreement dimaksudkan dalam masa peralihan dari Total selaku kontraktor lama ke Pertamina tetap memperhatikan hak dan kewajiban semua pihak, termasuk proses pengalihan karyawan Total di Mahakam menjadi karyawan Pertamina dan penyiapan anggaran dan kerja pasca 31 Desember 2017 serta izin terkait.

Sementara commercial agreement berisi kesepakatan komersial antara Pertamina dan Total serta Inpex dalam menyelesaikan komposisi kemitraan pada kontrak kerja sama yang baru dibentuk. Selain itu, hal yang terkait dengan bentuk dan prosedur kerjasama atau Joint Operation Agreement antara pihak dalam kontraktor kerjasama yang baru. (Baca : Nilai Aset Blok Mahakam Tidak Sampai Rp 69 Triliun)

Reporter: Arnold Sirait