KATADATA -  Pemerintah dan PT Pertamina (Persero) akhirnya sepakat pengelolaan Blok Mahakam setelah tahun 2017 akan menggunakan skema baru bagi hasil, yaitu revenue over cost (R/C). Dengan skema baru tersebut, pemerintah berpotensi mendapatkan bagi hasil yang lebih besar kalau penerimaan dari blok minyak dan gas bumi di Kalimantan Timur itu terus meningkat.

Kalau berjalan lancar, Direktur Pembinaan Usaha Hulu Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Djoko Siswanto mengatakan, Blok Mahakam bakal menjadi blok migas pertama di Indonesia yang menggunakan skema bagi hasil revenue over cost. “Kalau jadi (ini akan menjadi yang pertama). Soalnya sekarang belum diteken,” katanya kepada Katadata, Rabu (16/12).

Sebelum akhirnya memilih skema R/C tersebut, pemerintah dan Pertamina telah membahas secara intensif persyaratan dan ketentuan kontrak Blok Mahakam. Dalam pembahasan tersebut, sempat muncul tiga opsi skema bagi hasil selain R/C.

Skema pertama, untuk lapangan yang sudah berproduksi, bagi hasil yang akan diterima pemerintah akan lebih besar dari kontrak sebelumnya. Bagi hasil yang semula 70 persen pemerintah dan 30 persen kontraktor kontrak kerjasama (KKKS), berubah komposisinya menjadi 72 persen berbanding 28 persen.

Skema kedua, untuk lapangan yang masih eksplorasi, bagi hasil yang didapat KKKS lebih besar dari sebelumnya. Bagian pemerintah bisa berkurang menjadi 40 persen dan KKKS mendapat 60 persen (40:60).

Skema ketiga, untuk lapangan yang sudah beroperasi tapi masih perlu diolah lagi, bagi hasilnya 70:30. Jadi, pemerintah menerima bagi hasil 70 persen dan KKKS sebesar 30 persen.

Skema keempat yakni revenue over cost (R/C), yaitu penerimaan dibagi dengan biaya. Jadi, semakin besar pendapatan blok migas itu maka semakin tinggi pula porsi bagi hasil yang diterima negara. Namun, sampai saat ini besaran sliding scale belum ditentukan.

Selain skema R/C, pemerintah dan Pertamina telah sepakat mengenai besaran bonus tanda tangan. Pertamina harus membayar bonus tanda tangan sebesar US$ 41 juta kepada pemerintah.

Di dalam kontrak baru tersebut, Pertamina juga akan mendapatkan insentif berupa block basis dan investment credit (kredit investasi) sebesar 17 persen. Pemberian insentif ini bertujuan untuk meningkatkan eksplorasi. Sementara untuk hasil pertama yang akan didapatkan pemerintah atau First Tranche Petroleum ditetapkan sebesar 20 persen.

Sebelum menandatangani kontrak bagi hasil dengan skema baru tersebut, Pertamina bersama Total E&P Indonesia dan Inpex Corporation harus meneken kesepakatan awal berupa Heads of Agreeement (HoA). HoA Blok Mahakam ini merupakan langkah awal bagi Pertamina untuk mempersiapkan alih kelola sebelum kontrak Blok Mahakam berakhir pada 31 Desember 2017.

HoA tersebut terdiri dari dua hal yakni transfer agrement dan commercial agreement Transfer agreement dimaksudkan dalam masa peralihan dari Total selaku kontraktor lama ke Pertamina tetap memperhatikan hak dan kewajiban semua pihak, termasuk proses pengalihan karyawan Total di Mahakam menjadi karyawan Pertamina dan penyiapan anggaran dan kerja pasca 31 Desember 2017 serta izin terkait.

Sementara commercial agreement berisi kesepakatan komersial antara Pertamina dan Total serta Inpex dalam menyelesaikan komposisi kemitraan pada kontrak kerja sama yang baru dibentuk. Selain itu, hal yang terkait dengan bentuk dan prosedur kerjasama atau Joint Operation Agreement antara pihak dalam kontraktor kerjasama yang baru.

Reporter: Arnold Sirait