KATADATA - Anjloknya harga minyak tahun ini hingga di bawah level US$ 40 per barel telah memukul perusahaan minyak dan gas bumi (migas), termasuk PT Pertamina (Persero). Agar dapat terus bertahan untuk mengembangkan produksi dan operasionalnya, perusahaan berstatus badan usaha milik negara (BUMN) ini menempuh berbagai cara. Salah satunya adalah meminta insentif dari pemerintah.

Direktur Utama Pertamina Dwi Soetjipto mengungkapkan, beberapa kontraktor migas memilih menunda investasi atau menurunkan produksinya di tengah kondisi harga minyak yang rendah saat ini. Meski begitu, Pertamina berkomitmen tidak akan menurunkan produksinya. Bahkan, akan terus meningkatkan produksinya tahun depan lantaran kebutuhan minyak di sektor hilir masih sangat besar.

(Baca : Terendah Sejak 2009, Harga Minyak Tahun Depan Bisa US$ 20)

Namun, agar bisa meningkatkan produksinya, Pertamina meminta pemerintah turun tangan dengan memberikan sejumlah insentif. Insentif tersebut diperlukan agar para kontraktor migas dapat terus mengembangkan lapangan migas yang dikelolanya. Terutama pada lapangan migas yang membutuhkan biaya operasi tinggi, seperti Blok East Natuna di Laut Natuna.

Bentuk insentif itu antara lain, meningkatkan porsi bagi hasil bagi para kontraktor yang mengelola blok migasnya. Namun, Dwi belum bisa menyebutkan lebih detail skema insentif itu. Ia hanya mengaku, usulan insentif tersebut tengah dibahas bersama pemerintah.  “Ini sedang dibicarakan dengan pemerintah mengenai porsi goverment take,” katanya di Jakarta, Selasa (15/12).

(Baca : Harga Minyak Anjlok, Pemerintah Siapkan Insentif untuk Hulu Migas)

Langkah lain yang bisa ditempuh mengatasi anjloknya harga minyak dunia adalah menekan ongkos eksplorasi. Pertamina akan mengkaji ulang kontrak kerjasama dengan perusahaan penyedia jasa penunjang migas, seperti jasa drilling dan sebagainya. “Review kontraknya seperti satuan harga pengunaan jasa,” imbuhnya.

Sementara itu, Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) I.G.N. Wiratmaja Puja mengatakan, pemerintah saat ini memang menyiapkan beberapa paket kebijakan untuk mendukung industri hulu migas. Sebagai contoh, terkait dengan skema bagi hasil, pemerintah akan menawarkan opsi revenue over cost. Dalam skema tersebut, besaran bagi hasil ditentukan oleh biaya produksi. Artinya, semakin besar hasil yang didapatkan maka kian besar pula jumlah bagi hasil (split) bagi negara. “Itu sedang kamui bahas,” imbuhnya.

Reporter: Anggita Rezki Amelia