KATADATA - PT Pertamina (Persero) mangaku anjloknya harga minyak dunia sudah berpengaruh terhadap pendapatan di sektor hulu. Namun, Pertamina bisa membuktikan keberhasilan kinerja keuangannya lebih baik dalam 10 bulan tahun ini.
Direktur Utama Pertamina Dwi Soetjipto mengatakan pihaknya telah melakukan beberapa langkah inisiatif untuk mengantisipasi rendahnya harga minyak. Upaya tersebut diantaranya efektifitas biaya, optimalisasi aset dan penciptaan nili tambah. Dengan upaya ini, produksi migas Pertamina hingga Oktober meningkat 11,3 persen .
“Di tengah situasi yang sangat menantang, hingga akhir Oktober 2015 Pertamina mampu melakukan efisiensi sebesar US$ 1,28 miliar dan berhasil meraih laba bersih sebesar US$ 1,39 miliar,” kata Dwi dalam keterangannya, Jumat (11/12). (Baca: Terendah Sejak 2009, Harga Minyak Tahun Depan Bisa US$ 20)
Laba bersih Pertamina bertambah US$ 364 juta, hanya dalam waktu satu bulan. Penambahan laba ini mencapai 40 persen dari laba bersih yang diperoleh hingga September 2015 yang baru mencapai US$ 914 juta. Capaian ini tidak lepas dari upaya efisiensi yang dilakukan.
Dia mengatakan upaya efisiensi dapat menghemat pengeluaran perusahaan dalam 10 bulan terakhir. Pertamina dapat menghemat belanja operasional (opex) hingga mencapai US$ 1 miliar. Penghematan ini juga merhasil meningkatkan margin keuntungan. (Baca: Tahun Depan Gelombang PHK Migas Kembali Terjadi)
Hingga pertengahan 2015, margin laba sebelum bunga, pajak, depresiasi dan amortisasi (EBITDA) telah mencapai 10,76 persen. Ini merupakan margin tertinggi yang didapat Pertamina dalam tiga tahun terakhir. Perolehan margin ini juga cukup membanggakan di tengah harga minyak turun hampir 60 persen.
Hingga awal Oktober, Pertamina mengaku masih mengalami rugi dari penjualan BBM sebesar Rp 15 triliun. Sementara jika dikonversi ke rupiah, total efisiensi Pertamina mencapai Rp 17,8 triliun. Ini berarti upaya efisiensi yang dilakukan perusahaan sudah bisa menutupi kerugian tersebut. (Baca: Konsumsi Rendah, Subsidi Solar Hemat Rp 3 Triliun)
Meski Demikian, Direktur Keuangan Pertamina Arief Budiman efisiensinya belum bisa menutupi semua kerugian tersebut. “Sementara, ada sedikit lah (yang bisa ditutupi),” ujarnya kepada Katadata, Jumat (11/12).
Selain efisiensi, tahun ini untuk pertama kalinya Pertamina melakukan aktivitas lindung nilai (hedging) valuta asing. Transaksi hedging yang dilakukan mencapai lebih dari US$ 400 juta. Dengan hedging ini, menjadikan Pertamina sebagai acuan (role model) bagi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) lain di Indonesia. (Baca: JK Optimistis ke Depan Indonesia Setop Impor BBM)