KATADATA - Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu (SKK Migas) berharap pemerintah merancang beleid fiskal yang dapat mendorong kemajuan industri migas. Kepala Humas SKK Migas Elan Biantoro mengatakan investor perlu mendapat insentif agar agresivitas kegiatan eksplorasi meningkat. “Beberapa usulan sedang dalam pembahasan, dicarikan payung hukumnya,” kata Elan dalam Seminar Refleksi 2015 dan Proyeksi Industri Hulu Migas 2016 di Cheese ans Cake Factory Jakarta, Selasa, 1 Desember 2015.
SKK migas mengusulkan sejumlah awal rencana kegiatan eksplorasi. Pertama, pelaksanaan kebijakan satu pintu atau one door stop policy untuk perizinan. Kedua, pengadaan bersama dan standarisasi biaya ganti rugi. Terakhir, dibentukkanya aturan khsusus atau lex specialist untuk kegiatan eksplorasi. Hal tersebut akan meyakinkan para pemodal mendapat kepastian berinvestasi.
Menurut Elan, kebijakan fiskal melalui lex spesialis mesti tercermin pada stabilitas klausul undang-undang migas, perubahan pengembangan lapangan, dan kewajiban pemenuhan pasar domestik (DMO) sesuai mekanisme harga. Saat ini, kata dia, yang mendesak dalam regulasi migas ialah memberbaiki kepastian izin –terutama pada lahan- dan kepastian biaya, “Agar bisa menghitung strategi bisnis mereka,” ujarnya.
Dalam hal insentif keuangan, SKK Migas mengusulkan agar diterapkan kebijakan fiskal seperti menambah insentif untuk proses eksplorasi sumur. Selain itu, insentif pun diharapkan diberikan dalam proses geologi atau geografis pencarian migas. (Baca: Izin Migas dan Minerba Sudah Bisa Diurus di BKPM).
Sementara itu, Wakil Ketua Dewan Pakar Masyarakat Energi baru Terbarukan Riki F Ibrahim mengatakan agar regulasi migas berjalan lancar, revisi RUU Migas yang sedang digodok Komisi Energi Dewan Perwakilan Rakyat mesti segera dirampungkan. “Sehingga jelas aturan-aturan itu,” kata Riki di tempat yang sama.
Data SKK Migas menunjukkan ada 43 miliar barel minyak yang tersimpan dalam perut bumi Indonesia untuk dieskplorasi, meskipun belum proven. Namun karena terbentur berbagai rintangan, investor cenderung menghentikan eksplorasi. (Baca juga: Kementerian ESDM Klaim Izin Migas di BKPM Bisa Rampung 15 Hari).
Bahkan, Kontraktor Kontrak Kerja Sama banyak yang menjual aset atau farm out akibat iklim invetasi migas yang tidak bagus. Tahun lalu, 61 blok ditawarkan farm out. Hasilnya, terjadi kesepakatan bisnis pada lima blok. Sementara pada tahun ini, 50 blok ditawarkan farm out dengan lima blok pula yang sampai transaksi peralihan.
Dalam transaksi itu, saham yang dilepas, “Maksimal 49 persen,” kata Direktur Pembinaan Usaha Hulu Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Djoko Siswanto, kepada Katadata. (Baca pula: Kementerian ESDM Akan Pangkas Izin Migas dari 42 Jadi Empat Jenis).
Tidak hanya melepas kepemilikan saham, banyak juga perusahaan yang memutuskan untuk mengurangi kegiatan eksplorasi. Satu di antara pemicunya yaitu kejatuhan harga minyak dunia yang mulai terjadi sejak pertengahan tahun lalu. Harga emas hitam itu kini terpesok makin dalam, hingga US$ 40 per barel, tidak sampai setengah dari rata-rata harga tahun lalu. Sementara itu, asumsi harga minyak mentah Indonesia (ICP) dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2016 hanya US$ 50 dolar per barel.
Melihat perkembangan harga minyak ini, kegiatan eksplorasi tahun depan kemungkinan kembali berkurang. Hal itu setidaknya tercermin dari data yang dihimpun Katadata. Tiga perusahan diperkirakan melepas kepemilikannya pada lima blok migas. Tiga perusahaan tersebut adalah ConocoPhillips, Chevron Pacivic, dan PT Saka Energi Indonesia, anak usaha PT Perusahaan Gas Negara.