KATADATA - PT Pertamina (Persero) menginginkan pencatatan cadangan minyak dan gas bumi bisa masuk dalam aset perusahaan. Selama ini cadangan migas tersebut ada pada Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas).
Direktur Pemasaran Pertamina Ahmad Bambang mengatakan dengan memasukkan cadangan migas dalam neraca keuangan, akan membuat aset Pertamina semakin besar. Ini akan membuat Pertamina memiliki ruang yang lebih besar untuk mendapatkan pinjaman atau utang.
“Pertamina bisa buka kredit (utang) lagi kalau cadangan nasional itu dikapitalisir masuk neraca Pertamina,” kata dia di kantor Pertamina, Jakarta, kemarin (4/11).
Dia mengatakan dana tersebut bisa digunakan sebagai modal perusahaan untuk berinvestasi bangun kilang dan menggarap proyek-proyek hulu migas. Dana ini juga bisa digunakan untuk mengimpor minyak atau bahan bakar minyak (BBM) kebutuhan dalam negeri.
Konsumsi minyak di Indonesia saat ini mencapai 1,6 juta barel per hari dan akan terus meningkat. Sementara produksi Indonesia hanya 800.000 barel per hari,dan sedang mengalami tren penurunan. Ini membuat Indonesia harus melakukan impor minyak yang cukup besar. Pertamina pun memerlukan dana besar untuk melakukan impor ini.
Masalahnya saat ini, kata Ahmad, Pertamina kesulitan mendapatkan dana, khususnya untuk modal investasi. Menerbitkan obligasi sudah tidak mungkin lagi dilakukan karena sudah mencapai batas maksimal, yakni lebih dari US$ 3 miliar. Sementara untuk mengambil pinjaman dari lembaga pembiayaan juga sulit dilakukan, karena nilai asetnya rendah.
Menurut dia, aset cadangan migas bisa lebih memberikan manfaat besar jika dicatatkan dalam keuangan Pertamina, ketimbang di SKK Migas. "Tidak ada gunanya (cadangan migas) di bawah SKK Migas. Tidak bisa diuangkan," ujarnya.
Dengan mencatatkan aset tersebut ke Pertamina, bukan berarti Pertamina ingin memiliki kewenangan melebihi SKK Migas. Meski aset ini sudah tidak di bawah SKK Migas, Pertamina tetap berada di bawah kewenangan SKK Migas.