KATADATA ? PT Pertamina (Persero) tidak sejalan dengan sikap pemerintah yang tengah mengkaji pemberian izin penjualan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi kepada perusahaan swasta, baik swasta nasional maupun asing. Alasannya, perusaahan asing memiliki orientasi yang berbeda dengan tujuan penyaluran BBM.
Direktur Utama Pertamina Dwi Soetjipto mengatakan, pengusaha asing akan mengutamakan orientasi bisnis dalam menjual BBM bersubsidi. Padahal, penyaluran BBM bersubsidi tersebut mengandung misi untuk kesejahteraan masyarakat alias public service obligation (PSO). "Tak memikirkan keuntungan. Sedangkan swasta, mindset-nya profit making, jadi tidak matching," katanya di Jakarta, Kamis malam (17/9).
Atas dasar itulah, Dwi menginginkan agar penyaluran BBM bersubsidi tetap dilakukan oleh pemerintah atau badan usaha yang 100 sahamnya dimiliki oleh pemerintah. Dengan begitu, tujuan dari penyaluran BBM bersubsidi kepada masyarakat luas bisa tepat sasaran.
Dwi pun tidak mau berandai-andai kemungkinan penyaluran BBM bersubsidi oleh pihak swasta tersebut bakal terwujud. ?Sejauh ini penugasan pemerintah, komitmen PSO pasti 100 persen ke badan yang dimiliki pemerintah,? katanya.
Seperti diketahui, Kementerian ESDM tengah mempertimbangkan kemungkinan memberikan izin kepada perusahaan swasta untuk menjual BBM bersubsidi di dalam negeri. Bahkan, saat ini, sudah ada tiga perusahaan migas asing yang berminat menggarap bisnis di sektor hilir tersebut. ?Ada Shell Indonesia, Total E&P Indonesie, dan Saudi Aramco,? kata Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM I Gusti Nyoman Wiratmaja seusai rapat kerja dengan Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (17/9).
(Baca: Pemerintah Buka Peluang Perusahaan Asing Jual BBM Subsidi)
Namun, ada persyaratan yang harus dipenuhi jika perusahaan asing ingin menjual BBM subsidi. Yaitu, mereka harus membangun infrastruktur hilir, seperti kilang di kawasan timur Indonesia. "Kalau dia (asing) mau bangun infrastruktur di Indonesia Timur, BBM PSO (public service obligation atau subsidi) juga kami kasih,? kata Wiratmaja. Persoalannya, perusahaan swasta selama ini enggan membangun infrastruktur hilir BBM di kawasan timur Indonesia karena tingkat konsumsinya tidak setinggi di daerah barat.
Sementara itu, Kepala Badan Pengatur Hilir Migas (BPH Migas) Andi Someng mengatakan, keinginan perusahaan asing menjual BBM bersubsidi sejalan dengan Undang-Undang Nomor 5 tahun 1999 tentang larangan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. Pelaku usaha patut diduga melakukan monopoli jika menguasai lebih dari 50 persen pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.
Saat ini, total volume penyaluran BBM subsidi sekitar 17 juta kiloliter. Dari jumlah tersebut, 96 persen penyalurannya dilakukan oleh Pertamina dan 4 persen oleh perusahaan swasta nasional, yaitu PT AKR Corporindo Tbk.