KATADATA ? Pemerintah berencana membentuk badan penyangga yang akan menjamin ketersediaan gas untuk kebutuhan dalam negeri. Ketentuan mengenai pembentukan badan penyangga gas ini akan masuk dalam revisi Undang-Undang Minyak dan Gas Bumi yang sedang dibahas.
Kepala Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) Andi Noor Someng mengatakan lembaganya berpeluang menjadi badan penyangga gas tersebut. Untuk menjadi badan penyangga (agregator) ini, BPH Migas terlebih dahulu harus mengubah kelembagaannya menjadi badan usaha.
"Mungkin (BPH Migas) akan jadi agregator. Kalau jadi BUMN pastinya BUMN khusus, kan kasihan nanti sama Pertamina atau PGN," kata dia di Kementerian ESDM, Jakarta, Rabu (22/7).
Sebelumnya pemerintah menyebut badan penyangga gas nasional akan berbentuk badan usaha. Dua badan usaha milik negara (BUMN) yakni PT Pertamina (Persero) dan PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk., sudah menyatakan kesiapannya untuk menjadi badan penyangga tersebut.
Salah satu alasan BPH Migas berpeluang besar menjadi badan penyangga gas nasional, adalah untuk mengurangi konflik kepentingan antara operator dan regulator. Nantinya fungsi BPH Migas akan sebagai regulator, dan badan usaha lainnya sebagai operator. Adapun badan usaha yang menjadi operator jumlahnya lebih dari satu.
(Baca: Perusahaan Swasta Berpeluang Jadi Agregator Gas)
Meski menjadi regulator, kata Andi, fungsi pembuat kebijakan tetap akan berada di tangan pemerintah. Pemerintah mempunyai kewenangan untuk menentukan standar aturan, mana yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan oleh agregator gas. Fungsi regulator hanya mengatur kebijakan yang telah dibuat oleh pemerintah.
"Kalau prinsipnya, ada tiga pilar yang masih dipertahankan. Itu bagus, tidak mungkin ada bentrok. Ada pembuat kebijakan, badan pengatur dan badan usaha," ujar dia.
Tugas badan penyangga gas selain penentu harga, juga mengatur berapa volume gas yang akan diimpor dan diproduksi. Badan penyangga juga akan mengatur siapa pelaku industri yang bisa bermain di bisnis gas ini. "Kalau tidak, siapa yang akan atur? Mirip zaman purba begitu?," ujar dia.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said mengatakan pembentukan agregator gas ini sangat penting, agar pembentukan harga gas lebih efisien dan transparan. Konsep mengenai badan penyangga gas ini masih terus dimatangkan dalam revisi UU Migas.
"Kami tahu salah satu concern-nya tentang harga gas karena pola lokasi tidak cukup mapan dan pricing (penentuan harga) belum memiliki tata kelola yang baik. Agregator ini akan dimasukkan revisi Undang-Undang Migas. Konsepnya masih dimatangkan," ujar dia.