SBY Komentari Gejolak di AS dan Cara Trump Tangani Kerusuhan

ANTARAFOTO/Yulius Satria Wijaya
Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). SBY berharap Trump tak mengerahkan militer untuk redam kerusuhan di AS.
3/6/2020, 18.57 WIB

Presiden ke-6 Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menyoroti rencana penggunaan militer untuk meredam kerusuhan oleh Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump. Ia berharap rencana ini tak jadi dilakukan.

"Karena ini membawa risiko dan konsekuensi yang tidak kecil. Baik secara politik, hukum, sosial maupun keamanan. Juga berdampak pada citra Amerika Serikat di dunia," kata SBY dalam keterangan resminya yang diterima Katadata.co.id, Rabu (3/6).

Meski begitu, SBY menilai pengerahan militer sangat mungkin dilakukan Trump untuk meredakan demonstrasi massa yang bersolidaritas atas kematian George Floyd. Hal ini terindikasi dari pernyataan Trump yang eksplisit terkait rencana ini dan menganggapnya sebagai langkah cepat meredakan masalah.

Indikasi lain, kata SBY, adalah Trump cenderung merealisasikan ucapannya. "Kita mengamati, apa yang dikeluarkan Trump melalui cuitan di Twitternya, beberapa saat kemudian menjadi kenyataan," kata dia.

Sedangkan, menurut SBY, jika Trump benar-benar mengerahkan militer dikhawatirkan justru bisa membuat perlawanan semakin menguat dan membesar. Karena, dari pengamatannya melalui siaran televisi saat ini telah muncul slogan baru, yakni "time for fear is over" atau "waktu untuk takut sudah usai".

"Yang berbahaya jika sikap “keras” Trump berhadapan dengan sikap pengunjuk rasa yang makin militan. Benturan yang lebih besar pasti terjadi," kata SBY.

(Baca: Andalan Trump Redam Kerusuhan di AS, Apa itu Garda Nasional?)

Selain itu, SBY mengamati terdapat pihak yang kurang nyaman dengan pernyataan Trump terkait demonstrasi. Misalnya, pernyataan "when looting starts, the shooting starts" atau "ketika penjarahan dimulai, penembakan dimulai." Begitupun pernyataan yang menyalahkan para gubernur dan wali kota karena dianggap lemah dan tak mampu mengatasi masalah.

Para gubernur dan wali kota tersebut, kata SBY, menjadi tidak nyaman dengan pernyataan Trump. Begitupun mereka tak setuju dengan rencana pengerahan Garda Nasional AS ke jalanan.

"Artinya, Trump juga menghadapi “pembangkangan” dari sejumlah pemimpin daerah," kata SBY.

Walaupun SBY menyatakan tak bisa memastikan rakyat AS memiliki militansi dan kenekatan tinggi melawan pemerintahan yang dinilai tak adil, tapi menurutnya sejarah membuktikan pemimpin akan tumbang ketika rakyat telah menghendakinya demikian.

"Sebesar apapun militer dikerahkan untuk menyelamatkan sebuah rezim, kalau rakyat sudah bergerak, tumbang juga mereka," kata SBY.

(Baca: Black Out Tuesday, Dukungan Industri Musik dan Blunder yang Mengikutinya)

Di sisi lain, menurut SBY, belum pernah dalam sejarah AS pengerahan militer untuk menghadapi rakyatnya. Sebaliknya, AS kerap mengecam negara-negara yang mengerahkan militer untuk menghadapi rakyatnya, seperti Indonesia. AS menilai tindakan semacam itu bertentangan dengan demokrasi dan aturan hukum yang benar.
Sebaliknya, pengendalian gangguan ketertiban dan keamanan masyarakat adalah wilayah kepolisian.

"Kalau sekarang justru Amerika yang melakukan, ini akan menjadi 'breaking news'," kata SBY.

Kemarin (2/6), Trump menyatakan akan mengerahkan militer untuk meredam kerusuhan yang saat ini terjadi di puluhan kota di AS. Ia menilai kerusuhan tersebut sebagai aksi teror domestik sehingga perlu untuk menurunkan militer.

"Ketika kita berbicara, saya mengirim ribuan dan ribuan tentara bersenjata lengkap, personel militer dan petugas penegak hukum untuk menghentikan kerusuhan, penjarahan, perusakan, penyerangan, dan perusakan properti secara tidak disengaja," kata Trump di Gedung Putih melansir BBC.

(Baca: Sejarah dan Fasilitas Bungker Gedung Putih Tempat Trump Diungsikan)