Ahli epidemiologi menyarankan agar pemerintah menunda sementara pelaksanaan tatanan kenormalan baru (new normal). Ini lantaran ledakan kasus baru virus corona Covid-19 dalam dua hari terakhir sangat signifikan.
Epidemiolog asal Universitas Padjadjaran Panji Fortuna Hadisoemarto mengatakan selama penundaan, pemerintah harus memantau penyebaran corona hingga sepekan ke depan. Ini untuk melihat apakah lonjakan itu karena penumpukan laporan di laboratorium atau memang ada tren peningkatan kasus baru.
Pada Selasa (9/6), kasus corona di Indonesia bertambah sebanyak 1.043 orang. Sehari setelahnya, kasus corona di dalam negeri bertambah lagi sebesar 1.241 orang. "Saya rasa peningkatan kasus ini berarti new normal harus ditunda. Setidaknya pantau secara ketat lima sampai tujuh ahri ke depan," kata Panji kepada Katadata.co.id, Kamis (11/6).
(Baca: Kembali Cetak Rekor, Positif Corona di RI Melonjak 1.241 Kasus)
Meski menyarankan penundaan, namun Panji meminta sosialisasi terkait tatanan normal baru tetap lebih diefektifkan. Menurutnya, masyarakat masih salah memahami istilah kenormalan yang disampaikan pemerintah.
"Ini hipotesis ya, mispersepsi kalau new normal itu kondisinya sama dengan sebelum ada Covid-19 dan sudah bisa dimulai sekarang," kata Panji.
Berbeda dengan Panji, epidemiolog dari Griffith University Australia Dicky Budiman menilai penerapan normal baru tak bisa dihindari. Alasannya, tatanan ini merupakan salah satu strategi pencegahan Covid-19 dengan mengubah perilaku masyarakat yang lebih baik dalam menerapkan protokol kesehatan.
Kendati demikian, Dicky menilai penerapan tatanan normal baru harus diikuti dengan peningkatan pengujian spesimen corona di dalam negeri. Selain itu, dia meminta pemerintah menggenjot pelacakan kasus, isolasi, dan penanganan Covid-19.
"Penerapan new normal harus disertai syarat peningkatan strategi utama pandemi, yaitu testing, tracing, isolasi, dan treat," kata Dicky, Kamis (11/6).
Dicky menilai uji spesimen corona di Indonesia saat ini masih rendah. Ini dapat terlihat dari tingkat positivitas (positivity rate) Covid-19 di Indonesia sebesar 11,9% hingga Rabu (10/6). Angka ini didapatkan dari total kasus positif sebanyak 34.316 orang berbanding dengan 287.478 orang (446.918 spesimen) yang telah diperiksa.
Positivity rate adalah rasio antara jumlah kasus positif dengan total pengujian corona yang telah dilakukan. Jika rasionya semakin tinggi, maka potensi infeksi corona yang belum terdeteksi juga akan semakin besar.
Menurut Dicky, positivity rate corona bisa diturunkan menjadi di bawah 5%. Bahkan, menurutnya rasio yang ideal adalah di bawah 2%. Adapun, proporsi ideal pengujian corona seharusnya 1 tes per 1.000 orang penduduk Indonesia setiap pekannya. "Artinya harus lebih banyak lagi testing-nya," katanya.
(Baca: Gugus Tugas Jelaskan Alasan Jumlah Tes Corona Masih Naik Turun)