Maskapainya Digoyang Pandemi, Susi: Kondisi Saat Ini Paling Sulit

ANTARA FOTO/Agus Bebeng
Susi Pudjiastuti saat menjabat Menteri KKP di Institut Teknologi Bandung (ITB), Jawa Barat, Jumat (3/2/2017). Susi mengatakan kodisi bisnis maskapainya saat ini paling sulit karena terdampak virus corona.
12/6/2020, 20.31 WIB

Dampak pandemi virus corona Covid-19 terhadap bisnis juga dirasakan mantan Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Susi Pudjiastuti. Maskapainya yakni Susi Air harus berhenti beroperasi sejak dua bulan lalu karena larangan terbang dan berakibat tidak ada pemasukan usaha.

Dia lalu kembali menceritakan kondisi Susi Air saat ini yang terpaksa menutup beberapa kantor cabang hingga merumahkan banyak karyawannya. Ia juga mulai berpikir untuk mencari sumber pendapatan baru akibat situasi ini.

“Ini kondisi ekonomi tersulit sepanjang saya bekerja dan usaha,” kata Susi dalam sebuah diskusi virtual yang diadakan Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Jumat (12/6). "Total dua bulan, nol penerbangan," ujarnya.

 (Baca: Susi Air PHK Karyawan Imbas 99% Penerbangannya Berhenti Saat Pandemi)

Susi juga merasakan adanya ketidakpastian kapan ekonomi kembali pulih usai terdampak corona. Dia mengatakan jika kondisi semakin parah, bisa saja bisnisnya harus tutup total. “Kalau tidak kembali, ya harus shutdown total, give up, pailit,” ujarnya.

Situasi dirasakannya saat ini semakin sulit karena Susi Air tetap menanggung beban biaya administrasi rutin kepada otoritas terkait. Beberapa di antaranya adalah pembayaran perpanjangan izin operasional pilot, pesawat, hingga keamanan (security clearance).

“Kami defisit, sampai Juni masih mempertahankan pembayaran kewajiban karyawan dan stakeholder,” kata dia.

Makanya Susi meminta pemerintah memberikan insentif agar operasionalnya tak semakin berat. Salah satunya membebaskan kewajiban pembayaran biaya administrasi penerbangan yang masuk dalam Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP). 

"Karena kami tidak bisa apa-apa namun tetap harus membayar kewajiban,” ujarnya 

Selain itu Susi merasa persyaratan terbang dengan membawa hasil tes polyemerase chain reaction (PCR) akan memberatkan masyarakat di daerah. Makanya dia meminta pemerintah segera mengurai permasalahan ini satu persatu. “Tidak mungkin orang di daerah bawa PCR, tidak ada yang bisa terbang,” katanya.

Dia juga meyakini bisnis baru bisa pulih pada tahun 2021 mendatang. Sedangkan saat ini dia hanya berharap tim ekonomi pemerintah dapat merumuskan kebijakan terbaik agar tidak ada usaha yang kolaps.

“Membangun industri dalam negeri satu-satunya jalan agar uang stimulus tidak keluar tapi berputar di dalam negeri,” kata Susi.

(Baca: Menhub Ubah Ketentuan Kapasitas Penumpang Pesawat Maksimal jadi 70%)