KPK Sita Tabungan Rp 4,8 M Milik Bupati & Ketua DPRD Kutai

ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso/hp.
Bupati Kutai Timur Ismunandar (kiri) bersama istri yang merupakan Ketua DPRD Kutai Timur Encek Unguria (kanan) dibawa menuju mobil tahanan usai ditetapkan sebagai tersangka pasca terjaring Operasi Tangkap Tangan (OTT) di Gedung KPK, Jakarta, Sabtu (4/7/2020) dinihari.
4/7/2020, 10.42 WIB

Komisi Pemeberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Bupati Kutai Timur Ismunandar dan istrinya, serta Ketua DPRD Kabupaten Kutai Timur Encek Unguria sebagai tersangka kasus dugaan penerimaan hadiah atau janji terkait dengan pekerjaan infrastruktur di lingkungan pemerintah kabupaten setempat pada anggaran 2019-2020. Instansi pun menyita tabungan sebesar total Rp 4,8 miliar milik keduanya. 

"Ditemukan sejumlah uang tunai sebesar Rp 170 juta, beberapa buku tabungan dengan total saldo Rp4,8 miliar dan sertifikat deposito sebesar Rp1,2 miliar," ujar Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango dikutip dari Antara, Jumat (3/7) malam.

Nawawi mengatakan, buku tabungan itu diduga merupakan hasil setoran dari salah satu tersangka berinisial MUS yang merupakan kepala Bapenda wilayah itu usai menerima hadiah dari sejumlah rekanan proyek.

(Baca: KPK Tangkap 15 Orang dalam OTT Bupati Kutai Timur)

Diduga terdapat juga penerimaan uang tunjangan hari raya (THR) dari AM sebesar masing-masing Rp 100 juta untuk ISM, MUS, SUR, dan ASW pada tanggal 19 Mei 2020, serta transfer ke rekening bank atas nama Aini sebesar Rp 125 juta untuk kepentingan kampanye ISW.

Nawawi mengatakan, KPK menetapkan tujuh orang sebagai tersangka, yaitu sebagai penerima ISM (Ismunandar) selaku bupati, EU (Encek Unguria R) selaku ketua DPRD sebagai tersangka penerima suap.

Selain itu, KPK juga menetapkan Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Musyaffa, Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Suriansyah, dan Kepala Dinas Pekerjaan Umum Aswandini sebagai tersangka penerima suap.

Nawawi melanjutkan, sebagai tersangka pemberi, yakni AM (Aditya Maharani) dan DA (Deky Aryanto), keduanya selaku rekanan kedua tersangka suami-istri tersebut.

(Baca: Profil Bupati Kutai Timur yang Kena OTT KPK Bersama Istrinya)

Aditya sebelumnya menjadi rekanan untuk proyek-proyek yang ada di Dinas PU Kabupaten Kutai Timur, di antaranya untuk pembangunan embung Desa Maloy, Sangkulirang senilai Rp 8,3 miliar yang dikerjakan CV Permata Group, lalu pembangunan rumah tahanan Polres Kutai Timur senilai Rp1,7 miliar yang dikerjakan CV Bebika Borneo.

Selain itu, peningkatan jalan poros kecamatan Rantau Pulung senilai Rp 9,6 miliar yang dikerjakan CV Bulanta, pembangunan kantor Polsek Teluk Pandan senilai Rp 1,8 miliar yang dikerjakan CV Bulanta, optimalisasi pipa air bersih PT GAM senilai Rp 5,1 miliar yang dikerjakan CV Cahaya Bintan, pengadaan dan pemasangan LPJU jalan APT Pranoto cs kota Sangatta senilai Rp 1,9 miliar yang dikerjakan PT Pesona Prima Gemilang. Sedangkan, Deky telah menjadi rekanan untuk proyek di Dinas Pendidikan Kabupaten Kutai Timur senilai Rp 40 miliar.

(Baca: OTT Bupati Kutai Timur, KPK Sita Sejumlah Uang dan Buku Rekening)

Nawawi menjelaskan, pada 11 Juni 2020 lalu ada dugaan penerimaan hadiah atau janji dari AM selaku rekanan Dinas PU Kutai Timur yakni sebesar Rp 550 juta. Selanjutnya, ia mengatakan, dari DA selaku rekanan dinas pendidikan sebesar Rp 2,1 miliar kepada ISM melalui SUR selaku Kepala BPKAD dan MUS selaku Kepala Bapenda bersama-sama EU.

Musyaffa lalu menyetorkan uang tersebut ke beberapa rekening, melalui Bank Syariah Mandiri sebesar Rp 400 juta, Bank Mandiri sebesar Rp 900 juta, dan Bank Mega sebesar Rp 800 juta.

Dari rekening-rekening itu untuk keperluan Ismunandar, yaitu pertama pada tanggal  23 sampai 30 Juni 2020 untuk pembayaran kepada Isuzu Samarinda atas pembelian Elf sebesar Rp 510 juta. Kedua, pada 1 Juli 2020 untuk pembelian tiket ke Jakarta sebesar R p33 juta. Ketiga, pada 2 Juli 2020 untuk pembayaran hotel di Jakarta senilai Rp 15,2 juta.

Selanjutnya, masih terdapat penerimaan uang melalui ATM atas nama Irwansyah (saudara dari Deky) yang diserahkan kepada Encek Unguria sebesar Rp200 juta.

Penerimaan sejumlah uang tersebut diduga karena Ismunandar selaku bupati menjamin anggaran dari rekanan yang ditunjuk agar tidak mengalami pemotongan anggaran dan Encek selaku Ketua DPRD melakukan intervensi dalam penunjukan pemenang terkait dengan pekerjaan di Pemkab Kutai Timur.

Musyaffa selaku kepercayaan Bupati juga melakukan intervensi dalam menentukan pemenang pekerjaan di Dinas Pendidikan dan Pekerjaan Umum di Kutai Timur.

Suriansyah selaku kepala BPKAD mengatur dan menerima uang dari setiap rekanan yang melakukan pencairan termin sebesar 10 persen dari jumlah pencairan. Selanjutnya, Aswandini selaku Kepala Dinas PU mengatur pembagian jatah proyek bagi rekanan yang akan menjadi pemenang. 

Para tersangka penerima ditetapkan melanggar Pasal 12 Ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah UU No. 20/2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 65 Ayat (1) KUHP.

Sementara itu, para pemberi ditetapkan melanggar Pasal 5 Ayat (1) Huruf a atau Huruf b atau Pasal 13 UU No. 31 /1999 sebagaimana diubah dengan UU No. 20/2001 jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 jo. Pasal 64 Ayat (1) KUHP.