Sosiolog Sebut Jakarta Berpotensi Besar Hadapi Gelombang Kedua Corona

Adi Maulana Ibrahim|Katadata
Ilustrasi, sejumlah pekerja menunggu MRT di Stasiun MRT Bunderan HI, Jakarta Pusat, Senin (8/6/2020).
Penulis: Rizky Alika
5/7/2020, 14.13 WIB

Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta tengah menerapkan masa Pembatasan Sosial Berskala Besar atau PSBB transisi. Namun Sosiolog Bencana sekaligus Associate Professor Nanyang Technological University (NTU) Singapura Sulfikar Amir menilai, ibu kota berpotensi besar menghadapi gelombang kedua pandemi corona.

Salah satu penyebabnya, warga Jakarta dinilai belum siap menerapkan tatanan kehidupan atau normal baru (new normal). "Bisa jadi, Jakarta akan melihat gelombang kedua corona kalau new normal dipaksakan. Kemungkinannya cukup besar," kata Sulfikar saat mengikuti webinar LaporCovid-19, Minggu (5/7).

Ketidaksiapan warga itu tecermin dari skor indeks risiko persepsi Jakarta yang hanya 3,3 dari skala 5 atau cenderung rendah. Skornya turun 0,16 dibandingkan temuan awal studi LaporCovid-19.

Sebagian besar dari total 154.471 responden yang disurvei percaya bahwa kemungkinan mereka tertular Covid-19 sangat kecil. Secara rinci, 54% menyatakan sangat kecil kemungkinan terjangkit virus corona.

(Baca: Survei: Warga DKI Jakarta Belum Siap Terapkan Normal Baru)

Lalu 50% yakin orang terdekatnya tidak terinfeksi Covid-19. Sedangkan 42% mengaku sangat kecil kemungkinan orang di lingkungan tempat tinggalnya tertular corona.

Data itu dinilai menjadi persoalan, karena perilaku masyarakat dibentuk oleh grup sosial (social bubbles). "Selama social bubbles menganggap tidak ada orang yang terkena Covid-19, mereka akan merasa nyaman dan aman. Ini akan mempengaruhi perilaku mereka dalam menjaga diri," ujar dia.

Sebagai informasi, studi itu dilakukan selama 29 Mei hingga 20 Juni. Ada 200 ribu lebih responden yang terlibat. Namun, setelah uji validitas, hanya 154.471 responden yang dianggap valid.

Survei dilakukan secara online melalui platform Qualtrics yang disebar lewat WhatsApp kepada warga Jakarta. Metodenya Quota Sampling, berdasarkan variabel penduduk per kelurahan.

Penyebaran survei dilakukan melalui jaringan Palang Merah Indonesia (PMI), Biro Tata Pemerintahan DKI Jakarta, beberapa camat, dan Jaringan komunitas warga. (Baca: WHO: Hanya Jakarta yang Penuhi Standar Minimum Tes Corona di Jawa)

Studi itu menggunakan tiga metode analisis. Pertama, statistik deskriptif untuk mendapatkan gambaran demografi responden dan informasi dasar terkait variabel studi.

Kedua, analisis Spearman rho untuk mengukur korelasi antar-variabel dan faktor demografi. Terakhir, formulasi pengukuran indeks persepsi risiko untuk mengukur kecenderungan umum dari persepsi risiko responden terhadap situasi pandemi.

Ada enam variabel yang dimasukkan yakni Risk Perception, Self-Protection, Information, Knowledge, Social Capital, dan Economy. (Baca: Anies Belum Izinkan Sekolah Buka Saat Perpanjangan PSBB Transisi )

Reporter: Rizky Alika