Pelarian Maria Pauline Lumowa berakhir. Kementerian Hukum dan HAM memboyong buronan pembobol kredit BNI senilai Rp1,7 Triliun itu dari Serbia pada Kamis (9/7). Ekstradisi Maria berhasil dilakukan berkat kerja sama Pemerintah Indonesia dan Serbia.
Perempuan kelahiran Paleloan, Sulawesi Utara, pada 27 Juli 1958 itu merupakan salah satu tersangka pelaku pembobolan kas bank BNI cabang Kebayoran Baru lewat Letter of Credit (L/C) fiktif.
Berdasarkan catatan Kementerian Hukum dan HAM, kasus pembobolan ini bermula pada Oktober 2002. Saat itu, BNI mengucurkan pinjaman senilai US$ 136 juta dan 56 juta euro atau setara Rp 1,7 triliun kepada PT Gramarindo Group, perusahaan milik Maria dan Adrian Waworuntu.
(Baca: Yasonna Ungkap Kesulitannya saat Ekstradisi Buronan BNI Maria Pauline)
Ada kejanggalan dalam kasus ini. Sebab, jaminan yang diakukan berupa surat kredit (L/C) dari Dubai Bank Kenya Ltd., Rosbank Switzerland, Middle East Bank Kenya Ltd., dan The Wall Street Banking Corp. Padahal nama-nama itu tak masuk dalam daftar bank korespondensi BNI.
BNI yang mulai curiga dengan transaksi keuangan PT Gramarindo Group akhirnya melakukan penyelidikan pada Juni 2003. Mereka menemukan fakta bahwa perusahaan itu tak pernah melakukan ekspor.
BNI kemudian melaporkan dugaan surat kredit fiktif ke Mabes Polri. Pada Oktober 2003, kepolisian menetapkan Maria sebagai tersangka. Namun, ia telah kabur ke Singapura sebulan sebelumnya.
(Baca: Jadi Buron dan Lolos dari Intel Kejaksaan, Siapa Joko Tjandra?)
Pada 2009, Maria diketahui berada di Belanda. Ia juga sering bolak-balik ke Singapura. Upaya ekstradisi telah dilakukan, namun gagal. Kementerian Hukum dan HAM mengklaim telah beberapa kali mengajukan ekstradisi ke Pemerintah Belanda pada 2010 dan 2014.
Pemerintah Belanda dua kali menolak permintaan ekstradisi karena Maria telah menjadi warga negara Belanda sejak 1979. Mereka memberi opsi untuk menyidangkan kasus Maria di Belanda.
Kesempatan Indonesia memboyong Maria terbuka saat NCB Interpol Serbia meringkus Maria di Bandara Internasional Nikola Tesla, Serbia, 16 Juli 2019 lalu.
"Penangkapan itu dilakukan berdasarkan red notice Interpol yang diterbitkan pada 22 Desember 2003. Pemerintah bereaksi cepat dengan menerbitkan surat permintaan penahanan sementara yang kemudian ditindaklanjuti dengan permintaan ekstradisi," kata Menkumham Yasonna Laoly dalam keterangan tertulis, Kamis (9/7).
Yasonna menyebut Pemerintah Serbia kooperatif dalam proses ekstradisi. Sebab, Indonesia pernah membantu Serbia mengekstradisi pelaku pencurian data nasabah Nikolo Iliev pada tahun 2015.
Maria Pauline Lumowa telah dijemput oleh tim gabungan Kementerian Hukum dan HAM dan Polri. Rombongan yang dipimpin Yasonna itu dijadwalkan sampai di Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng, Kamis (9/7) pukul 10.30 WIB.
Pelaku Lain
Maria tak sendiri membobol BNI. Bersamanya, ada 11 pelaku lain yang telah divonis penjara. Di antara mereka, ada juga mantan pejabat BNI yang turut meloloskan pengajuan kredit perusahaan Maria. Berikut daftarnya:
1. Adrian Pendelaki Lumowa
Dirut PT Magnetik Usaha Indonesia, divonis 15 tahun penjara.
2. Adrian Herling Woworuntu
Konsultan Investasi PT Sagared Tem, divonis penjara seumur hidup.
3. Jeffry Baso
Mantan Direktur Utama PT Triranu Caraka Pasifik, divonis 7 tahun penjara.
4. Wayan Saputra
Mantan Kepala Divisi Internasional BNI, divonis 5 tahun penjara.
5. Aan Suryana
Quality Assurance Divisi Kepatuhan BNI Kantor Besar, divonis tahun penjara.
(Baca: Cari Buron Joko Tjandra, Mahfud Bakal Panggil Polri hingga Kejagung)
6. Edy Santoso
Mantan Kepala Customer Service Luar Negeri BNI Kebayoran, divonis penjara seumur hidup
7. Ollah Abdullah Agam
Mantan Direktur PT Gramarindo Mega Indonesia, divonis 15 tahun penjara.
8. Titik Pristiwati
Mantan Direktur Utama PT Bhinekatama, divonis 8 tahun penjara.
9. Komjen Polisi Suyitno Landung
Mantan Kabareskrim Mabes Polri, divonis 1,5 tahun.
10. Richard Kuontol
Mantan Direktur Utama PT Metranta, divonis 8 tahun penjara.
11. Aprilla Widhata
Mantan Direktur Utama PT Pantipros, divonis 15 tahun penjara.