Alasan Anies Perpanjang PSBB Transisi Jakarta Hingga 30 Juli 2020

Adi Maulana Ibrahim|Katadata
Ilustrasi. Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan memperpanjang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) transisi hingga 30 Juli 2020.
Penulis: Sorta Tobing
17/7/2020, 16.51 WIB

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memperpanjang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) transisi hingga 30 Juli 2020. Gubernur Anies Baswedan mengatakan keputusan ini dibuat karena terjadi lonjakan kasus Covid-19 di ibu kota.

Menurut data corona.jakarta.go.id, rekor jumlah kasus harian, yakni 404 pasien, terjadi pada Minggu (12/07). Lonjakan pasien di pekan terakhir PSBB transisi, yang seharusnya berakhir kemarin, membuat rata-rata kasus positifnya (positivity rate) Jakarta berada di angka 5,9%. Angka itu melebihi rekomendasi batas minimal dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

Padahal, selama lima pekan sebelumnya positivity rate Jakarta berturut-turut adalah 4,4%, 3,1%, 3,7%, 3,9%, dan 4,8%. Artinya, sudah ada di zona aman. “Namun, di pekan terakhir ini meningkat jadi 5,9%,” kata Anies, dikutip dari akun Youtube Pemprov DKI Jakarta.

Untuk angka reproduksinya atau reproduction rate meningkat jadi 1,15. Artinya, satu pasien berpotensi menularkan pada lebih dari satu orang. “Ada pergerakan percepatan penularan. Karena itu, kita harus ekstra waspada,” ucapnya.

(Baca: Pemerintah Beberkan 3 Kriteria Kontak Erat Corona yang Wajib Isolasi)

Kesadaran Masyarakat Jakarta Turun

Naiknya angka-angka itu, menurut Anies, karena banyak warga melanggar protokol kesehatan. Kunci keberhasilan pengendalian virus corona adalah kedisiplinan. Ia mengimbau agar masyarakat menegur bila melihat warga yang tidak patuh menerapkan protokol kesehatan.

Epidemiolog Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Indonesia (UI) Iwan Ariawan mengatakan pemerintah perlu lebih ketat menegakkan aturan protokol kesehatan. Pasalnya, persepsi masyarakat Jakarta terhadap risiko penularan corona tergolong rendah.

Merujuk pada studi yang dilakukan Nanyang Technological University (NTU) Singapura, Jakarta hanya memperoleh skor 3,46 dari skala 5 terhadap persepsi risiko penularan Covid-19. “Kalau anggap risiko kecil, artinya tidak patuh,” katanya Iwan.

(Baca: Masyarakat Sering Lupa Terapkan Protokol Kesehatan di Tempat Makan)

Penegakan aturan protokol di Indonesia masih belum memiliki dasar hukum hingga sekarang. Presiden Joko Widodo sedang menyiapkan instruksi presiden (Inpres) soal aturan pelanggar protokol kesehatan. Aturan ini bakal menjadi landasan penerapan sanksi secara nasional.

Penerapan sanksi tersebut juga didukung oleh Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI). Ketua Umum APPBI Stefanus Ridwan menjelaskan, penegakan sanksi ini jadi pilihan yang lebih baik ketimbang melakukan pengetatan kembali PSBB.

“Yang dihukum bukan tempatnya, tapi yang melakukan atau orangnya ditindak tegas. Dulu kita masih ingat soal rokok, dilarang merokok di dalam mal misalnya. Begitu ada yang merokok bukan orangnya yang ditindak tapi malnya, dan kami tidak punya hak untuk menindak seperti polisi,” ucap Stefanus.

(Baca: Pemprov DKI Jakarta Cabut Pemberlakuan SIKM, Alasannya Tak Efektif)

66% Kasus Positif di Jakarta Tanpa Gejala

Alasan lainnya Anies memperpanjang PSBB transisi adalah dalam sepekan terakhir 66% kasus positif di Jakarta tidakmenunjukkan gejala virus corona, seperti batuk, demam, atau sesak napas. “Mereka tidak memiliki gejala sakit, tidak memiliki keluhan tapi positif,” katanya.

Karena itu, menurut dia, sangat berisiko melonggarkan PSBB dan perlu diperpanjang dalam dua pekan ke depan. Operasional tempat publik yang rencananya dibuka pada fase kedua terpaksa ditunda, termasuk bioskop.

Warga ibu kota tetap diwajibkan menjalankan protokol kesehatan Covid-19, yaitu menjaga jarak, memakai masker saat di luar rumah, dan rutin mencuci tangan. “Kepada masyarakat Jakarta, jangan lengah, merasa kondisi baik-baik saja dan menganggap sekitar kita baik-baik saja," ujar Anies.

(Baca: Kasus Corona Masih Tinggi, Bioskop di Jakarta Batal Buka pada 29 Juli)

Penyumbang bahan: Muhamad Arfan Septiawan (magang)

Reporter: Ameidyo Daud Nasution, Tri Kurnia Yunianto