Tertekan Corona, Jokowi Ingin RI Tetap Kejar Agenda-agenda Strategis

ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/Pool/nz
Presiden Joko Widodo meminta agar angka indikator ekonomi makro Indonesia pada 2021 bisa dikalkulasi dengan cermat dan hati-hati.
Penulis: Dimas Jarot Bayu
Editor: Agustiyanti
28/7/2020, 12.00 WIB

Pemerintah tengah berkonsentrasi menangani Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional. Meski demikian, Presiden Joko Widodo ingin agenda-agenda strategis yang telah ditargetkan tak diabaikan, salah satunya mendorong Indonesia keluar dari jebakan negara berpendapatan menengah. 

“Walaupun kita menghadapi situasi sulit, kita juga tidak boleh melupakan agenda-agenda besar,” kata Jokowi saat membuka rapat terbatas melalui konferensi video, Selasa (28/7).

Indonesia saat ini memang telah meraih predikat negara berpendapatan menengah atas sejak 1 Juli 2020. Hal tersebut ditandai dengan meningkatnya produk nasional bruto atau gross nasional income per kapita Indonesia dari US$ 3.840 menjadi US$ 4.050.

Walau demikian, ia meminta seluruh pihak tak terlena dengan predikat tersebut. “Kita tahu tantangan untuk keluar dari middle income trap ini masih besar dan panjang,” kata Jokowi.

Jokowi lantas  meminta agar angka indikator ekonomi makro Indonesia pada 2021 bisa dikalkulasi dengan cermat dan hati-hati. Angka indikator ekonomi makro Indonesia pada tahun depan harus optimistis, tetapi juga realistis dengan mempertimbangkan kondisi dan proyeksi terkini.

 Dia juga ingin jajarannya bisa memastikan prioritas APBN dan pelebaran defisit pada 2021 untuk pembiayaan percepatan pemulihan ekonomi dan penguatan transformasi di berbagai sektor. "Terutama reformasi di bidang kesehatan, reformasi pangan, energi, pendidikan, dan juga percepatan transformasi digital," kata dia.

Dalam kesempatan tersebut, ia juga menekankan fungsi belanja pemerintah sebagai instrumen utama mengungkit ekonomi Indonesia ketika krisis. Hingga kini, APBN baru berkontribusi sekitar 14,5% dari PDB.

"Juga agar sektor swasta dan UMKM bisa pulih kembali, mesin penggerak ekonomi ini harus diungkit dari APBN kita yang terarah, yang tepat sasaran," katanya.

Pemerintah dan Komisi XI DPR RI sebelumnya menyepakati besaran asumsi dasar ekonomi makro dan target pembangunan dalam Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal Rancangan APBN 2021. Pertumbuhan ekonomi dipatok antara 4,5 hingga 5,5%, sedangkan nilai tukar rupiah Rp 13.700 hingga Rp 14.900 per dolar AS.

Selain pertumbuhan ekonomi dan nilai tukar rupiah, pemerintah dan DPR mematok tingkat inflasi di antara 2%-4% dan suku bunga SBN 10 tahun 6,29%-8,29%. Sementara tingkat pengangguran terbuka di tetapkan antara 7,7% hingga 9,1%, kemiskinan 9,2%-9,7%, indeks gini rasio yakni 0,377-0,379, dan indeks pembangunan manusia 72.78-72.95. 

 Asumsi-asumsi makro ini akan digunakan untuk menyusun nota keuangan RAPBN 2021 yang akan dibacakan Presiden Joko Widodo menjelang Hari Kemerdekaan. 

Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Mohammad Faisal sebelumnya menilai Indonesia rentan kembali menjadi negara berpendapatan menengah bawah. Salah satu penyebabnya, pertumbuhan kenaikan penghasilan per tahun masyarakatnya tergolong lambat. “Kalau ada wabah Covid-19 dan terjadi resesi, bisa kembali turun kelas,” katanya.

Negara berpendapatan menengah ke atas menurut Bank Dunia, yakni memiliki Penghasilan Nasional Bruto (PNB/GNI) sekitar US$ 4.046-US$ 12.535. Sedangkan PNB Indonesia hanya US$ 4.050 pada Juli 2020. Itu artinya, Indonesia berada di batas bawah kategori negara berpenghasilan menengah atas

Reporter: Dimas Jarot Bayu