Jurus Akrobatik Ridwan Kamil dalam Tangani Pandemi Covid-19

ANTARA FOTO/M Agung Rajasa/wsj.
Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil menilai perlu langkah akrobatik antara aspek kesehatan dan ekonomi dalam penanganan covid-19.
Penulis: Dimas Jarot Bayu
Editor: Agustiyanti
4/9/2020, 11.36 WIB

Pandemi Covid-19 memukul berbagai aspek kehidupan mulai dari kesehatan hingga perekonomian. Gubernur Jawa Barat Ridwan Kami menilai tak mungkin memenangkan aspek kesehatan dan ekonomi secara bersamaan saat pandemi Covid-19. 

Menurut dia, jika Pemerintah Provinsi Jawa Barat ingin memprioritaskan kesehatan, maka perekonomian akan terpuruk. Sebaliknya, kasus corona akan terus meningkat jika pemerintah memprioritaskan ekonomi. 

"Kalau orang berharap pandemi beres, ekonominya hebat, saya kira itu hal yang mustahil," kata pria yang akrab disapa Kang Emil tersebut dalam wawancara khusus kepada Katadata.co.id, Jumat (4/9).

Menurut dia,  langkah yang dapat diambil untuk menyeimbangkan kedua aspek ini adalah melakukan akrobatik antara kesehatan dan ekonomi dalam penanganan pandemi Covid-19.  Hal tersebut harus dilakukan sembari menunggu adanya vaksin corona yang tengah dikembangkan.

Ia pun mengakui upaya tarik ulur ini menimbulkan banyak kritik. Namun, ia tak mau terbawa oleh keinginan banyak orang tanpa dasar yang jelas. Pandemi virus corona tak dapat dilawan dengan pencitraan atau lobi politik semata. 

 "Pada saat kita  ke ekonomi, orang kesehatan pasti akan kritisi. Kalau kesehatan diperketat, yang ekonomi dan masyarakat teriak-teriak dengan segala rupa," kata Emil.

Pandemi Covid-19, menurut dia, hanya dapat dilawan secara ilmiah. Untuk itu, setiap keputusan dalam penanganan pandemi Covid-19 di Jawa Barat dilakukan berdasarkan data-data. 

"Selama datanya benar, alasannya ilmiah, saya nothing to lose, karena keselamatan nyawa rakyat saya jauh lebih utama ketimbang mendapatkan apresiasi yang semu," katanya. 

Pandemi Covid-19 di Indonesia telah memasuki bulan keenam, sejak kasus pertama kali terkonfirmasi pada Maret 2020. Hingga Kamis (3/9) pukul 02:13 GMT, setidaknya terdapat 180.646 kasus. Angka itu membawa Indonesia di peringkat ke-23 secara global.

Reporter: Dimas Jarot Bayu