Pemerintah Buka Peluang Swasta Ikut Produksi Vaksin Merah Putih

ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto/hp.
Suasana fasilitas produksi vaksin COVID-19, di kantor Bio Farma, Bandung, Jawa Barat, Selasa (4/8/2020).
Penulis: Rizky Alika
Editor: Pingit Aria
9/9/2020, 15.44 WIB

Tak hanya impor, Indonesia juga berupaya mengembangkan vaksin Covid-19 secara mandiri melalui Lembaga Biologi Molekuler (LBM) Eijkman. Pemerintah juga membuka peluang bagi perusahan swasta untuk turut memproduksi vaksin merah putih ini.

Menteri Riset dan Teknologi Bambang Brodjonegoro sekaligus Penanggung Jawab Tim Nasional Percepatan Pengembangan Vaksin Covid-19 memperkirakan vaksin merah putih baru dapat diproduksi massal pada akhir tahun depan. "Perkiraan triwulan IV 2021 kita bisa produksi dalam jumlah besar," kata Bambang usai menemui Presiden Joko Widodo di Istana Kepresidenan Bogor, Rabu (9/9).

Menurutnya, vaksin merah putih tersebut akan melengkapi vaksin yang diimpor dari luar negeri, yatu vaksin dari Sinovac Biotech Ltd asal Tiongkok dan perusahaan G42 dari Uni Emirat Arab.

Sebelumnya, Indonesia telah mendapatkan komitmen  pengiriman vaksin virus corona hingga 30 juta dosis pada akhir 2020. Di antaranya, dari Sinovac sebanyak 20 juta dosis, serta 10 juta dosis dari G42 yang bekerja sama dengan Kimia Farma.

Bambang mengatakan, proses pengembangan bibit vaksin merah putih oleh Lembaga Biologi Molekuler (LBM) Eijkman sudah mencapai 50%. Menurutnya, upaya pengembangan vaksin tersebut menggunakan platform protein rekombinan.

Rencananya proses uji pada hewan akan dilakukan pada akhir tahun ini. Dengan demikian, bibit vaksin tersebut dapat diserahkan kepada PT Bio Farma pada awal 2021. Setelah itu, Bio Farma akan melakukan formulasi produksi dalam rangka uji klinis tahap 1, 2, dan 3 pada manusia.

Setelah uji klinis selesai, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) akan mengecek keamanan vaksin. "Setelah BPOM menyatakan aman dan cocok menjaga daya tahan tubuh, vaksin akan diproduksi massal oleh Bio Farma," kata Bambang.

Adapun, bibit vaksin merah putih tersebut dikembangkan menggunakan isolat virus yang berada di Indonesia. Dengan begitu, vaksin ini diharapkan cocok untuk memberikan imunitas di tubuh masyarakat Indonesia terhadap virus corona.

Pemerintah juga mengajak pihak swasta untuk ikut memproduksi vaksin virus corona tersebut. Saat ini, sudah ada tiga perusahaan swasta yang berpotensi untuk ikut memproduksi vaksin Covid-19.

Perusahaan tersebut perlu mengajukan izin pembuatan vaksin ke BPOM. Selain itu, perusahaan juga harus menyiapkan lini produksi khusus untuk vaksin Covid-19.

Dengan terlibatnya pihak swasta, Bambang berharap Indonesia dapat menyediakan vaksin secara mandiri. Sebab, Indonesia setidaknya akan membutuhkan 540 juta vaksin Covid-19.

Bambang menyebutkan, pemberian vaksin diperkirakan lebih dari satu kali untuk setiap orang. "Jadi kalau saat ini penduduk 270 juta, maka vaksin diberikan minimal 540 juta," ujar dia.

Dalam kesempatan tersebut, Bambang mengatakan, Jokowi meminta kepada Tim Pengembangan Vaksin Covid-19 untuk bekerja dengan cepat. Namun, prosedur pengembangan vaksin tetap harus dipatuhi agar vaksin yang dihasilkan aman serta tidak memberikan efek samping yang berbahaya bagi masyarakat.

"Vaksin diharakan manjur atau berkhasiat untuk perkuat daya tahan tubuh kita dari Covid-19," katanya.

Sebagai informasi, biaya untuk memvaksinasi 160 hingga 190 juta rakyat Indonesia diperkirakan mencapai US$ 4,5 miliar atau sekitar Rp 66 triliun. Menteri BUMN sekaligus Ketua Pelaksana Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi, Erick Thohir menjelaskan estimasi biaya tersebut dihitung dari harga perkiraan 1 dosis vaksin.

Pemberian vaksin perlu dilakukan dua kali dengan kisaran harga US$ 15 per vaksin. "Kalau harganya US$ 15 per vaksin, anggap imunisasi 300 juta kali dengan US$ 15 per vaksin, berarti sudah US$ 4,5 miliar," kata Erick.

Reporter: Rizky Alika