PT Kalbe Farma Tbk (KLBF) menurunkan harga Covifor atau obat antivirus corona berjenis remdesivir untuk pasien Covid-19 di Indonesia. Antivirus yang semula dibanderol seharga Rp 3 juta per dosis itu akan dipangkas menjadi Rp 1,5 juta per dosis.
Presiden Direktur Kalbe Farma, Vidjongtius mengatakan, penurunan harga Covifor dilatari oleh berbagai pertimbangan. Menurutnya, dengan perkembangan kasus Covid-19 di Indonesia, kebutuhan terhadap pengobatan Covid-19 dengan antivirus seperti Covifor akan sangat besar.
Sehingga, berdasarkan masukan dari pemerintah, tenaga kesehatan dan pasien, harga jual antivirus ini akhirnya diturunkan.
"Setelah berdiskusi bersama Kalbe, Hetero India dan Amarox, kami sepakat untuk memberikan harga jual khusus Covivor,“ kata Vidjongtius, dalam keterangan tertulis, Sabtu (3/10).
Country Manager PT Amarox Global Pharma, Sandeep Sur, menambahkan Kalbe bersama Amarox sepakat mendukung pemerintah mengatasi pandemi Covid-19. Dengan harga yang lebih rendah saat ini, dia berharap semakin banyak pasien yang mendapat manfaat.
“Kami sadar dampak pandemi Covid-19 yang luas, menambah beban biaya bagi pemerintah dan pasien. Maka, kami mendukung dengan memberikan harga khusus Covivor untuk Indonesia,” kata Sandeep.
Emergency Use Authorization (EUA) produk COVIFOR (Remdesivir) merupakan salah satu antivirus untuk pengobatan pasien penyakit Covid-19 yang telah terkonfirmasi di laboratorium. Antivirus ini hanya bisa digunakan terutama untuk orang dewasa atau remaja (berusia 12 tahun ke atas) yang dirawat di rumah sakit.
Sehingga, Covifor tidak dijual bebas, hanya digunakan di rumah sakit dengan rekomendasi dan pengawasan dokter.
Antivirus
Dalam tujuh bulan sejak pandemi merebak di Indonesia, kasus Covid-19 di Indonesia mendekati angka 300.000 kasus atau lebih tepatnya 299.506 kasus. Data yang dihimpun pemerintah hingga hari ini mencatat, terdapat penambahan 4.007 kasus baru Covid-19 dalam 24 jam terakhir.
Cara mencegah penularan Covid-19 paling ampuh sampai saat ini adalah dengan 3 M, yakni menjaga jarak, memakai masker, dan rutin mencuci tangan. Ketiganya penting untuk dilaksanakan sambil menunggu vaksin.
Sedangkan untuk perawatan dan menekan angka kematian Covid-19, pemerintah melakukan pengadaan dan pendistribusian antivirus ke beberapa rumah sakit. Ada empat jenis obat antivirus yang disiapkan.
Pertama, Oseltamivir sebanyak 7,33 juta kapsul yang diproduksi di dalam negeri dan dipasok oleh PT Indofarma Tbk dan Amarok. Kedua, Favipiravir sebanyak 3,7 juta tablet, yang mayoritas diproduksi di dalam negeri. Obat ini dipasok oleh tiga perusahaan yaitu PT kimia Farma Tbk, Beta Pharmacon (Avigan), dan Daewoong Infion.
Ketiga, Remdesivir sebanyak 670 ribu vial yang dipasok Kimia Farma, Amarok dan Daewoong. Keempat, Lopinavir/Ritonavir sebanyak 2,51 juta tablet yang dipasok oleh empat pihak: Kimia Farma, Abbott, Amarok, dan Sampharindo.
Di tengah perbedaan pendapat, Guru Besar Farmakologi Universitas Gadjah Mada (UGM) Prof. Zullies Ikawati mengatakan hingga saat ini tidak ada obat yang benar-benar bisa mengobati Covid-19.
Namun berdasarkan uji klinis, remdesivir dan faviparivir cukup menjanjikan bagi pasien Covid-19. Zullies menjelaskan ini lantaran kedua generik tersebut menyasar RNA-dependent RNA Polymerase yang menunjang replikasi virus Covid-19. “Jadi itu titik tangkap obat ini,” kata Zullies kepada Katadata.co.id, Jumat (2/10).
Favipiravir yang dijual dengan nama Avigan adalah antivirus yang biasa dipakai mengobati influenza, Zika, hingga rabies. Antivirus ini merupakan produksi Toyama Chemical asal Jepang. Sedangkan Zullies menganggap oseltamivir kurang pas untuk mengatasi gejala Covid-19 karena menyasar neuraminidase, enzim yang tak dimiliki SARS-CoV-2.
Namun generik yang biasa dijual dengan nama Tamiflu ini bisa efektif dalam meredakan gejala corona bersama dengan influenza. “Karena virus influenza itu memiliki neuraminidase,” kata Zullies.
Adapun lopinavir yang sedianya digunakan untuk human immunodeficiency virus (HIV) juga kurang menjanjikan dalam pengobatan Covid-19. Alasannya antivirus ini menyasar protease virus yang berbeda dari SARS-CoV-2.
“Sedikit beda tempat dalam siklus hidup virus,” katanya.
Namun Zullies mengatakan pemberian empat antivirus ini bisa dilakukan dengan kombinasi obat lain seperti antibiotik dan vitamin C. Dalam gejala parah, pasien akan diberikan kortikosteroid seperti deksametason untuk menekan peradangan pada paru-paru. Meski demikian kombinasi ini juga memiliki risiko bagi tiap pasien.
“Karena ada efek sampingnya juga,” kata dia.
Sedangkan, Anggota Dewan penasihat Perhimpunan Dokter Paru Indonesia dr Arifin Nawas mengatakan remdesivir dan favipiravir biasanya digunakan pada pasien dengan gejala berat.
Sementara oseltamivir dan lopinavir dipakai dalam pengobatan pasien dengan gejala sedang dan ringan. Arifin mengatakan dokter masih menggunakan oseltamivir lantaran dianggap cukup sukses dalam mengobati pasien Flu Burung.
“Keempatnya bisa digunakan, tergantung berat ringannya gejala,” kata Arifin kepada Katadata.co.id, Jumat (2/10).
Dia juga mengatakan kombinasi yang paling jamak digunakan adalah oseltamivir, zitromac, vitamin C, D3, B kompleks, dan Z untuk meningkatkan daya tahan tubuh,
“Kalau berat diganti remdesivir dan ditambahkan Deksametason,” kata Arifin.
Masyarakat dapat mencegah penyebaran virus corona dengan menerapkan 3M, yaitu: memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak sekaligus menjauhi kerumunan. Klik di sini untuk info selengkapnya.
#satgascovid19 #ingatpesanibu #pakaimasker #jagajarak #cucitangan