Jakarta - Inovasi berbasis prinsip keberlanjutan belum menjadi prioritas dalam pembangunan daerah. Dorongan berupa insentif dibutuhkan agar pembangunan daerah dilakukan berlandaskan prinsip keberlanjutan dengan keberimbangan di antara pilar ekonomi unggul, lingkungan lestari, sosial inklusif, dan tata kelola baik.
Hal tersebut menjadi salah satu rekomendasi dari pelaksanaan Indeks Daya Saing Daerah Berkelanjutan yang digelar Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD), Kinara Indonesia, dan Katadata Insight Center.
“Inovasi berbasis prinsip keberlanjutan harus menjadi prioritas daerah, terutama bagi daerah yang mengandalkan Sumber Daya Alam sebagai fondasi perekonomian daerah saat ini dan di masa depan. Untuk daerah yang kondisi lingkungannya baik dan aspek sosial mendukung, diperlukan insentif tambahan agar mereka bisa mengembangkan pilar ekonomi dan tata kelola melalui inovasi berkelanjutan,” jelas Ketua KPPOD Robert Na Endi Jaweng, Kamis (5/11), di Jakarta.
Indeks Daya Saing Daerah Berkelanjutan dan penganugerahan Daya Saing Daerah Berkelanjutan Award kepada kabupaten-kabupaten yang berhasil menerapkan pembangunan berkelanjutan diumumkan dalam Katadata Regional Summit 2020.
Kerangka dasar Indeks Daya Saing Daerah Berkelanjutan terdiri atas lingkungan lestari, ekonomi unggul, sosial inklusif, dan tata kelola baik. Pemilihan kabupaten pemenang didasarkan studi yang dilakukan oleh KPPOD sejak kuartal I 2020. KPPOD mendata 356 kabupaten di Indonesia menggunakan data-data sekunder tahun 2018-2019 yang bersumber dari Badan Pusat Statistik (BPS), dinas-dinas lingkungan hidup, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda), Satuan Kerja Pelaksana Daerah (SKPD), dan lain-lain.
Penilaian Indeks Daya Saing Daerah Berkelanjutan diharapkan memberikan kontribusi bagi sejumlah pihak. Pertama, Pemerintah Pusat, kerangka indeks daya saing daerah berkelanjutan diharapkan menjadi referensi bagi pengembangan kebijakan. Kedua, Pemerintah Daerah, hasil indeks daya saing daerah diharapkan bisa berkontribusi terhadap perbaikan kebijakan perencanaan dan penganggaran daerah.
Ketiga, Pelaku Usaha dan Asosiasi Pelaku Usaha, kajian ini diharapkan menjadi sumber informasi dan referensi bagi pelaku usaha untuk mengetahui ekosistem investasi di daerah. Keempat, elemen-elemen masyarakat sipil, studi ini diharapkan bisa memperkaya materi kerja dalam advokasi perbaikan tata kelola ekonomi daerah secara berkelanjutan.
Hasil kajian menunjukkan sejumlah faktor pendukung yang menjadi modal daerah di Indonesia dalam mengembangkan daya saing berkelanjutan, yaitu sumber daya alam yang melimpah, produk unggulan daerah, infrastruktur yang memadai, dukungan sosial, dan kepemimpinan lokal yang mendukung perbaikan tata kelola.
Namun, hasil indeks juga menunjukkan secara rata-rata daya saing daerah di Indonesia masih berada di level sedang dengan kisaran angka 40,59 sampai 68,30. Mengacu pada indeks tersebut, terdapat 164 daerah (46,17%) berada di bawah rata-rata nasional. Daerah dengan skor daya saing tinggi hanya sekitar 3%.
“Realitas ini menunjukkan masih dibutuhkan upaya besar untuk mendorong peningkatan kapasitas daerah, terutama dalam mencapai daya saing daerah berkelanjutan,” kata Endi.
Masalah lain yang perlu mendapat perhatian adalah lebarnya disparitas daya saing antar daerah yang berada di Kawasan Barat dan Timur Indonesia, ditunjukkan dengan 71.94 persen daerah berdaya saing sedang, berada di wilayah Barat Indonesia.
Disparitas itu terutama tampak pada pilar ekonomi (ketersediaan infrastruktur ekonomi, ekosistem investasi yang memadai) dan pilar sosial inklusif (kualitas Sumber Daya Manusia).
Keseimbangan antarpilar menjadi kunci peningkatan daya saing daerah berkelanjutan. Pentingya keberimbangan ini juga mengingat sejumlah daerah mengalami turbulensi sebagai dampak pandemi Covid-19.
Mengacu pada hasil pemeringkatan tersebut, Kabupaten Badung, Provinsi Bali, meraih skor Indeks Daya Saing Daerah Berkelanjutan tertinggi dengan skor 68,30, disusul Kabupaten Musi Banyuasin, Provinsi Sumatera Selatan dengan skor 64,48, Provinsi Sumatera Selatan, dan Kabupaten Tana Tidung, Provinsi Kalimantan Utara dengan skor 63,54.
Kabupaten Badung dinilai memiliki penyelenggaraan pelayanan dan transparansi publik yang bagus dan dukungan pemerintahan yang baik. Kabupaten ini juga memiliki kebijakan yang mendukung upaya pembangunan ramah lingkungan melalui peraturan daerah.
Kabupaten Musi Banyuasin antara lain dinilai memiliki tata kelola, pemerintahan yang berkomitmen tinggi, dan inovasi-inovasi daerah yang baik ke arah praktik keberlanjutan. Sedangkan Kabupaten Tana Tidung mampu menerapkan anggaran yang akuntabel dan kondisi sosial inklusif yang baik.
Tiga kabupaten dengan penilaian terbaik akan mendapatkan pengembangan kapasitas dari Kinara Indonesia. “Kinara Indonesia mengapresiasi para pemerintah daerah yang berinovasi untuk menerapkan prinsip keberlanjutan dalam upaya meningkatkan daya saing daerah maupun nasional,” kata Direktur Kinara Indonesia Vivi Laksana.